PENDIDIKAN
POLITIK ISLAM
SEJARAH
PENDIDIKAN DAN PEMIKIRAN POLITIK ERA RASULULLAH DI MEKAH
Oleh
: Ahmad Hamdani dan Nurhidayah
A. PENDAHULUAN
Kota Mekkah merupakan kota
yang sangat bersejarah sepanjang lahirnya Islam hingga berjaya dan tersebarnya
keseluruh penjuru dunia. Bagaimana tidak, dakwah Rasulullah SAW yang
berbenderakan Islam, lahir dan mulai berkembang di dua kota tersebut.
Hadirnya
Nabi Muhammad pada masyarakat Arab membuat terjadinya kristalisasi pengalaman
baru dalam dimensi ketuhanan yang mempengaruhi segala aspek kehidupan
masyarakat, termasuk hukum-hukum yang digunakan pada masa itu. Berhasilnya Nabi
Muhammad SAW dalam memenangkan kepercayaan yang dianut bangsa Arab. Dalam waktu
yang relatif singkat beliau mampu memodifikasi jalan hidup orang-orang Arab.
Hadirnya Nabi Muhammad, sedikit demi sedikit merubah budaya-budaya yang tidak
memanusiakan manusia dalam artian budaya yang mengarah pada keburukan menjadi
budaya-budaya yang mengarah kepada kebaikan dalam payung Islam. Budaya-budaya
yang mengarah kebaikan yang dibawa Nabi Muhammad pada akhirnya menghasilkan
peradaban yang luar biasa pada zamannya. Yang mana muara dari peradaban itu
semua ialah Islam. Islam sangat berperan penting dalam menciptakan peradaban
yang luar biasa yang tercipta pada masa zaman Nabi Muhammad. Dan aktor penting
di balik itu semua tidak lain ialah Nabi Muhammad sendiri. Nabi Muhammad tidak
hanya sebagai Nabi melainkan juga sebagai pengajar, pendidik, pemimpin,
pemimpin militer, politikus, reformis, dan lain-lain.
Kebudayaan Islam periode Nabi
Muhammad saw terbagi menjadi dua periode, yakni periode Mekkah dan periode
Madinah. Periode Mekkah dimulai dengan diangkatnya beliau menjadi Nabi dan
Rasul.
Periode Mekkah, Rasulullah
saw berdakwah menegakkan tauhid dan dasar-dasar islam. Karena kentalnya
masyarakat Mekkah dengan agama nenek moyang mereka dan keengganan mereka
meninggalkan sesembahan mereka. Sehingga Rasulullah banyak mendapatkan kecaman
dan siksaan selama berdakwah di Mekkah.
Nabi Muhammad mendapatkan
wahyu dari Allah SWT, yang isinya menyeru manusia untuk beribadah kepadanya,
mendapat tantangan yang besar dari berbagai kalangan Quraisy. Hal ini terjadi
karena pada masa itu kaum Quraisy mempunyai sesembahan lain yaitu
berhala-berhala yang dibuat oleh mereka sendiri. Karena keadaan yang demikian
itulah, dakwah pertama yang dilakukan di Makkah dilaksanakan secara
sembunyi-sembunyi, terlebih karena jumlah orang yang masuk Islam sangat
sedikit. Keadaan ini berubah ketika jumlah orang yang memeluk Islam semakin
hari semakin banyak, Allah pun memerintah Nabi-Nya untuk melakukan dakwah
secara terang-terangan.
Sejarah dan perjuangan dakwah
Nabi SAW dalam menyampaikan risalah dari Allah SWT sejak diutusnya menjadi
Rasul di usia 40 tahun di kota Makkah hingga wafatnya di usia 63 tahun di kota
Madinah, mengandung banyak hikmah, pelajaran dan contoh bagi setiap umat,
lebih-lebih bagi para penerus perjuangan dakwah Nabi SAW, yaitu para ulama dan
pejuang Islam.
B. MEKKAH : KOTA PERDAGANGAN
Secara geografis, negara Arab
digambarkan seperti empat persegi panjang (bujur sangkar) yang berakhir di Asia
Selatan yang terletak di barat daya Asia.[1]
Negara Arab dikelilingi berbagai negara; sebelah utara oleh syiria, sebelah
timur oleh Nejd, sebelah selatan oleh Yaman, dan sebelah barat oleh Laut Erit.[2]
Bangsa Arab Kuno terbagi
menjadi dua,[3]
yaitu orang-orang kota (ahl al-hadarah/town people) dan orang-orang
padang pasir (ahl al-badriyah/the desert dwellers). Orang Arab kuno
dimulai pada masa-masa kuno Arab Modern. Lebih lanjut, Ahmad Hashori
menjelaskan bahwa penduduk Arab kuno adalah penduduk fakir miskin yang hidup di
pinggiran desa terpencil. Mereka senang berperang, membunuh, dan kehidupannya
bergantung pada bercocok tanam dan turunnya hujan. Mereka juga berpegang pada
aturan qabilah atau suku dalam kehidupan sosial. Adapun penduduk Arab Kota
(Madani) adalah orang-orang yang melakukan perdagangan dan sibuk dengan bepergian.
Mereka juga berpegang teguh pada aturan kabilah atau suku.[4]
Perdagangan merupakan unsur
penting dalam perekonomian masyarakat Arab pra Islam. Mereka telah lama
mengenal perdagangan bukan saja dengan orang Arab, tetapi juga dengan non-Arab. Kemajuan perdagangan bangsa Arab
pra Islam dimungkinkan antara lain karena pertanian yang telah maju. Kemajuan
ini ditandai dengan adanya kegiatan ekspor-impor yang mereka lakukan. Para
pedagang Arab Selatan dan Yaman pada 200 tahun menjelang Islam lahir telah mengadakan
transaksi dengan Hindia, Afrika, dan Persia. Komoditas ekspor Arab Selatan dan
Yaman adalah dupa, kemenyan, kayu gaharu, minyak wangi, kulit binatang, buah
kismis, dan anggur. Sedangkan yang mereka impor dari Afrika adalah kayu, logam,
budak; dari Hindia adalah gading, sutra, pakaian dan pedang; dari Persia adalah
Intan.[5]
Faktor-faktor yang mendorong
kemajuan perdagangan Arab Pra Islam adalah sebagai berikut :[6]
a) Kemajuan produksi lokal serta
kemajuan aspek pertanian.
b) Adanya anggapan bahwa pedagang
merupakan profesi yang paling bergengsi.
c) Terjalinnya suku-suku ke
dalam politik dan perjanjian perdagangan lokal maupun regional antara pembesar
Hijaz di satu pihak dengan penguasa Syam, Persia dan Ethiopia di pihak lain.
d) Letak geografis Hijaz yang
sangat strategis di Jazirah Arab.
e) Mundurnya perekonomian dua
imperium besar, Byzantium dan Sasaniah, karena keduanya terlibat peperangan
terus menerus.
f) Jatuhnya Arab Selatan dan
Yaman secara politis ke tangan orang Ethiopia pada tahun 535 Masehi dan kemudian
ke tangan Persia pada Tahun 257 M.
g) Dibangunnya pasar lokal dan
pasar musiman di Hijaz, seperti Ukaz, Majna, Zu al-Majaz, pasar bani Qainuna,
Dumat al-Jandal, Yamamah dan Pasar Wahat.
h) Terblokadenya lalu lintas
perdagangan Byzantium di Utara Hijaz dan Laut Merah.
i) Terisolasinya perdagangan
orang Ethiopia di Laut Merah karena diblokade tentara Yaman pada tahun 575 M.
Ketika tanah Mekkah hanya
merupakan tanah gersang berbatu yang tidak berair dan tidak ditumbuhi
tanam-tanaman, maka penduduknya dikaruniai kelebihan atas bangsa-bangsa Arab
yang lain dengan aktivitas pedagangan. Di samping itu penduduk Mekkah adalah
masyarakat yang mempunyai tempat khusus di hati masyarakat bangsa-bangsa Arab
yang lainnya, mengingat mereka adalah para pemelihara dan penjaga Ka’bah yang
selalu dikunjungi oleh segenap bangsa Arab. Posisi ini ditunjang lagi dengan
letak geografis kota Mekkah yang sangat strategis. Dengan demikian, maka kita
pun tidak heran bila Mekkah sejak abad ke-6 M. Menjadi pusat perdagangan antara
Yaman dengan Syam dan Habsyi. [7]
Pada mulanya Mekkah didirikan
sebagai pusat perdagangan lokal di samping juga pusat kegiatan agama. Karena
Mekkah merupakan tempat suci, maka para pengunjung merasa terjamin keamanan
jiwanya dan mereka harus menghentikan segala permusuhan selama masih berada di
daerah tersebut. Untuk menjamin keamanan dalam perjalanan suatu sistem keamanan
di buan-bulan suci, ditetapkan oleh suku-suku yang ada di sekitarnya.[8]
Keberhasilan sistem ini mengakibatkan berkembangnya perdagangan yang pada
gilirannya menyebabkan munculnya tempat-tempat perdagangan baru.
Dengan posisi Mekkah yang
sangat strategis sebagai pusat perdagangan bertaraf Internasional,
komoditas-komoditas yang diperdagangkan tentu saja barang-barang mewah seperti
emas, perak, sutra, rempah-rempah, minyak wangi, kemenyan, dan lain-lain. Walaupun
kenyataan yang tidak dapat dipungkiri adalah pada mulanya para pedagang Quraisy
merupakan pedagang eceran, tetapi dalam perkembangan selanjutnya orang-orang
Mekkah memperoleh sukses besar, sehingga mereka menjadi pengusaha di berbagai
bidang bisnis.[9]
Orang-orang Quraisy begitu
besar menaruh perhatian terhadap aspek perdagangan. Secara teratur mereka
mengadakan perjalanan dua kali pada setiap tahunnya, yakni perjalanan di musim
dingin ke Yaman dan musim panas ke Syam. Keempat anak Abd. Manaf dengan aktif
melakukan perjalanan niaga ke berbagai negeri; Hasyim selalu berdagang ke Syam;
Abd. Syams ke Habsyi; Al Muthalib ke Yaman; dan Naufal ke Persia. Para pedagang
Quraisy di bawah lindungan keempat anak Abd. Manaf ikut aktif mengikuti jejak
mereka dan berkat lindungan tersebut mereka tidak ada yang berani mengganggu.[10]
Masing-masing dari keempat bersaudara ini telah mendapat jaminan keamanan dari
raja (penguasa) negeri tujuan, sehingga hal ini menyerupai hubungan dagang
antara para pemimpin Mekkah dan para raja negeri-negeri asing. Hal tersebut
adalah merupakan karunia yang dilimpahkan oleh Allah Ta’ala kepada kaum
Quraisy, sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya :
É#»n=\} C·÷tè% ÇÊÈ öNÎgÏÿ»s9¾Î) s's#ômÍ Ïä!$tGÏe±9$# É#ø¢Á9$#ur ÇËÈ (#rßç6÷èuù=sù ¡>u #x»yd ÏMøt7ø9$# ÇÌÈ üÏ%©!$# OßgyJyèôÛr& `ÏiB 8íqã_ NßgoYtB#uäur ô`ÏiB ¤$öqyz ÇÍÈ
Artinya : (1). Karena kebiasaan orang-orang
Quraisy, (2). (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim
panas (3). Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini
(Ka'bah).(4). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan
lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.[11]
C. PEMBEBASAN KAUM MUSTADH’AFIN
Di antara misi terpenting
Islam, bahkan di antara major
themes of Al-Quran seperti disebutkan oleh Fazlur Rahman,
adalah membela, menyelamatkan, membebaskan, melindungi dan memuliakan
kelompok dhuafa atau mustadh’afin[12].
Istilah mustadh’af berasal
dari akar kata dha’fun yang
berarti lemah. Dalam Al-Quran, selain istilah ini, dipergunakan istilah lain
yang sejenis, yaitu dhu’afa (dhaif), berarti orang yang lemah,
baik karena dilemahkan orang lain maupun karena dirinya sendiri memang lemah.
Dalam terjemahan bahasa
Inggris, mustadh’afin kadang-kadang diterjemahkan
sebagai the oppressed (yang tertindas) Sedang dhu’afa biasa diterjemahkan
dengan the weak (orang-orang
yang lemah). [13]
Konsep kesalehan sosial dan advokasi
terhadap orang kecil bukanlah sekedar doktrin. Sejarah awal penyebaran Islam di
Mekkah oleh Rasul SAW menunjukkan bagaimana dakwah Islam sesungguhnya adalah
perjuangan memanusiakan manusia, membebaskan manusia dari kungkungan yang tidak
manusiawi, baik dari segi politik, ekonomi, sosial, dan spiritual.[14]
Kalimat syahadat merupakan inti dari
perjuangan tersebut, yang diterjemahkan oleh Rasulullah sebagai jihad yang
holistik. Tauhid yang dibawa dan diajarkan Nabi bukanlah sekedar perintah atau
anjuran semata, melainkan sebuah slogan revolusioner yang menyerukan perubahan
dan pembebasan umat manusia secara menyeluruh. Tauhid menggaungkan perubahan
secara fundamental dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Secara spiritual,
tauhid membebaskan manusia dari takhayul dan berbagai ketidakpastian dalam
berkeyakinan, menjadi kepercayaan kepada pencipta yang tunggal, yaitu Allah
SWT. Sehingga manusia bisa menjalankan kehendaknya secara bebas, karena ia
tidak bergantung kepada hal-hal yang klenik, irrasional, dan tidak pasti.
Manifestasi terbesar dari pengertian ini
adalah Tauhid menentang penghisapan dan eksploitasi sesama manusia oleh
sesamanya, atau exploitation l’homme par homme. Inilah yang menjadi
penyebab tumbuhnya penentangan terhadap Islam dari para pemuka dan petinggi
suku Quraisy, karena mengancam posisi mereka.
Pengikut-pengikut awal Nabi juga banyak
yang merupakan orang miskin atau budak, seperti Bilal (muadzin pertama dalam
sejarah Islam). Nabi dan para sahabat juga berusaha keras untuk menghilangkan
segala bentuk diskriminasi dan penghinaan atas harga diri manusia, misalnya,
membeli dan membebaskan budak untuk menghapus perbudakan, serta mengangkat
harkat dan derajat perempuan.
Apa yang dilakukan Rasulullah pada masa
awal Islam adalah bukti bagaimana pembelaan dan keberpihakan Islam terhadap
golongan yang termarginalkan baik secara politik, ekonomi, sosial, dan budaya
dari suatu masyarakat.[15]
Nabi Muhammad tidak hanya
menjadi pendiri suatu agama yang baru, pencipta suatu bangsa baru, tetapi juga
seorang pembaru (reformer) bagi suatu tatanan sosial yang besar. Sejak
permulaan sejarah, dunia telah melihat banyak pembaru pada setiap tempat,
tetapi tidak seorang pun yang menyamai Nabi di dalam melaksanakan
perubahan-perubahan yang revolusioner dalam suatu masyrakat yang hampir mati
dan dungu.[16]
Pada waktu munculnya Nabi
Muhammad SAW, bangsa Arab sedang melewati suatu masa kebodohan. Seluruh
kehidupan sosial Arab terjerumus ke dalam kenistaan dan pelanggaran-pelanggaran
sosial. Penyembahan berhala dan politeisme merupakan tatanan-tatanan pada waktu
itu. Mabuk, judi dan zina merupakan perbuatan yang umum dari bangsa itu.
Pembunuhan bayi perempuan merupakan mode
yang digemari bangsa Arab, dan kaum wanita adalah kaum yang paling rendah
derajatnya di dalam masyarakat Arab. Mereka tidak mempunyai hak sosial atau hak
hukum.
Akan tetapi, Nabi Allah itu
bangkit terhadap keadaan itu dan melaksanakan misi kemanusiaannya di
tengah-tengah adat istiadat dan pemikiran-pemikiran yang berlaku.
Nabi Muhammad memahami benar
bahwa masyarakat Arab harus menghilangkan ketidakadilan sosial dan harus
menghapuskan kelas-kelas yang mempunyai hak-hak istimewa di dalam masyarakat.
Dia tidak dapat menemukan alasan mengapa harus ada perbedaan antara manusia
yang satu dan manusia yang lain karena kelahirannya di dalam keluarga, suku,
bangsa atau marga tertentu. Karena itulah dia menegakkan ajaran persamaan di
antara manusia. Dia menganggap bahkan dirinya sendiri pun sebagai aggota umat manusia yang biasa
sebagaimana sabdanya : “Sesungguhnya aku adalah manusia biasa sebagaimana kamu
semua. Laki-laki dan wanita, majikan dan hamba sahaya, serta raja dan rakyatnya
mempunyai hak yang sama di hadapan Allah dan di hadapan hukum. Dengan kata
lain, semuanya mempunyai hak-hak sosial yang sama. Hal ini cukup terlihat di
dalam shalat yang biasa dilakukan sehari-hari ketika orang yang berkedudukan
rendah dan tinggi, kaum kaya, kaum miskin, berdiri berdampingan di hadapan Zat
Yang Maha Tinggi- tenaga persamaan yang kuat di atas bumi dan langit. Di bawah
sistemnya seorang budak memperoleh hak yang sama sebagai warga negara, sebagai
manusia yang merdeka. Zaid, seorag budak, kadang-kadang dipercayai memegang
kekuasaan memimpin bangsa Quraisy yang angkuh itu.
Nabi suci itu dengan
sungguh-sungguh percaya kepada prinsip persamaan manusia. Oleh karena itu, di
samping itu pembaruan-pembaruan yang lainnya, dia memulai langkah-langkah
emansipasi bagi kaum hamba sahaya. Perbudakan merupakan lembaga kuno yang
kehadirannya merupakan suatu faktor yang tetap di dalam kehidupan ekonomi dan
sosial dari Timur Tengah dan Eropa. Sebelum datangnya Nabi Muhammad SAW tidak
seorang pun yang berusaha menghapuskan sistem ini, tetapi dia memahami kejahatan-kejahatan sistem ini dan dia segera
mengambil tindakan-tindakan untuk cepat menghapuskannya. Dia membuat emansipasi
budak menjadi suatu perbuatan yang sangat dihargai dan memerintahkan agar
memperlakukan hamba sahaya dengan baik dan manusiawi, sebab, sebagai muslim,
hamba dan majikan berdiri di atas pijakan yang sama. Budak-budak didizinkan
menebus kebebasan mereka dengan cara mengumpulkan upah-upah mereka, dan
budak-budak yang melarikan diri dibebaskan setelah mereka sampai negara Islam.
Sejarah Islam penuh dengan gambaran tentang cara-cara budak-budak muncul
memperoleh kedudukan yang paling tinggi di dalam negara.
Nabi Muhammad merupakan
seorang sosialis yang bertujuan menjembatani kesenjangan-kesenjangan antara
kaum kaya dan kaum miskin, orang yang berkedudukan tinggi dan orang yang
berkedudukan rendah. Dia membayangkan suatu masyarakat yang tidak mengenal lagi
pemerasan oleh kelompok yang satu terhadap kelompok yang lain. Untuk membantu
kaum miskin dan yang menderita, dan untuk meratakan pembagian kemakmuran, dia
memperkenalkan zakat, sedekah, dan fitrah di dalam masyarakat Islam. Di samping
itu dia mengatur agar status sosial seseorang jangan didasarkan atas kedudukan
ekonomi orang itu, tetapi atas dasar sejauh mana ketaatannya kepada Allah dan
Rasul-Nya.[17]
Sebelum menjadi rasul, Nabi
Muhammad SAW sangat antipati terhadap kezaliman dan penindasan terhadap kaum
yang lemah. Karena itu, beliau bersemangat sekali untuk turut serta dalam Hilful
Fudhul, yaitu janji setia di kalangan bangsa Arab pada masa Jahiliyah.
Latar belakang perjanjian tersebut adalah adanya seorang lelaki dari Zubaid,
Yaman, yang menjual dagangannya kepada Al-‘Ash ibn Wail as-Suhaimi. Akan tetapi
Al-‘Ash berlaku curang dalam soal harga. Lelaki itu kemudian menyenandungkan
syair tentang kezaliman Al-‘Ash :[18]
Wahai
keluarga Fihr
Yang
teraniaya perniagaannya di lembah Mekah
Bersembunyi
di rumah dan berlari
Sewaktu mendengar hal ini,
Bani Hasyim mengajak untuk mengadakan perjanjian yang kemudian disebut sebagai Hilful
Fudhul. Dengan perjanjian tersebut, siapa saja yang teraniaya di Mekkah,
baik pribumi ataupun pendatang, akan dibela. Pihak-pihak yang berbuat aniaya
dan curang dituntut agar mengembalikan hak-hak mereka yang telah dirampas dari
pemiliknya.[19]
Mengenai hal itu, Nabi
Muhammad SAW setelah kelak menjadi rasul berkomentar, “Perjanjian di rumah
Abdullah ibn Ju’dan lebih kusukai daripada unta yang bagus. Seandainya dalam
Islam ini aku diundang untuk keperluan serupa, niscaya akan kupenuhi.”
Sepanjang hidupnya, Rasulullah selalu berpihak
kepada kelompok-kelompok lemah. Kepada sahabat-sahabatnya yang menanyakan
tempat yang paling baik untuk menemuinya, beliau menjawab: “Carilah aku di antara orang-orang yang lemah
di antara kamu. Carilah aku di tengah-tengah kelompok kecil di antara kamu.” Rasulullah
pun menasihatkan supaya para ulama melanjutkan para nabi – selalu berada di tengah-tengah
kelompok dhu’afa dan mustadh’afin.[20]
Allah SWT berfirman dalam surah Al-Qashash
ayat 5,
ßÌçRur br&
£`ßJ¯R
n?tã
úïÏ%©!$#
(#qàÿÏèôÒçGó$#
Îû
ÇÚöF{$#
öNßgn=yèøgwUur
Zp£Jͬr&
ãNßgn=yèôftRur
úüÏOͺuqø9$#
ÇÎÈ
Artinya
: “Dan
Kami bermaksud memberikan karunia kepada orang-orang yang ditindas di bumi.
Akan Kami jadikan mereka pemimpin dan pewaris bumi ini.”
D. DAKWAH-DAKWAH DI MEKKAH
Sebelum Hijrah ke Madinah,
Nabi Muhammad telah melakukan dakwah di Mekkah. Beliau melakukan dakwah setelah
menerima wahyu pertama pada malam senin 17 Ramadhan tahun 13 sebelum Hijriah
bertepatan dengan 06 Agustus 610 M. Pada saat itu Nabi Muhammad berkhalwat di
Gua Hira dan Allah mengutus Jibril untuk menyampaikan wahyu pertama yaitu surat
Al-Alaq. [21]
Ketika selesai menerima wahyu
Nabi Muhammad pulang dengan menggigil ketakutan. Beliau meminta agar istrinya
menyelimuti hbeliau kemudian menceritakan kejadian yang terjadi di Gua Hira. [22]
Sebagai seorang istri yang
sholeha dalam kondisi apapun selalu berusaha menenangkan hati Rasulullah yang
sangat mengalami kegalauan pada saat itu. Setelah menenangkan Rasulullah,
Khadijah pergi untuk menemui Waraqah ibn Naufal. Waraqah adalah paman dari Siti
Khadijah beliau adalah seorang Nasrani yang banyak mengetahui naskah-naskah
kuno.
Siti Khadijah menceritakan
kejadian yang dialami oleh suaminya kemudian Waraqah mengatakan bahwa yang
datang itu adalah Namus (Jibril). Kemudian dia menjelaskan di suatu hari nanti
beliau akan diusir oleh kaumnya sendiri. Ketika beliau tidur kemudian turun
ayat Al-Muddatsir.
Kemudian beliau menyampaikan
kepada istrinya tentang perintah Jibril untuk menyampaikan dakwahnya kepada
umatnya. Ada berbagai metode dakwah yang dilakukan oleh beliau diantaranya :
1.
Dakwah secara sembunyi-sembunyi
Sebagaimana yang sudah
diketahui, Mekkah merupakan sentral agama bangsa Arab. Di sana ada peribadatan
terhadap Ka’bah dan penyembahan terhadap berhala dan patung-patung yang
disucikan seluruh bangsa Arab. Cita-cita untuk memperbaiki keadaan mereka tentu
bertambah sulit dan berat jika orang yang hendak mengadakan perbaikan jauh dari
lingkungan mereka. Hal ini membutuhkan kemauan keras yang tidak dapat diguncang
musibah dan kesulitan. Maka dalam menghadapi kondisi seperti ini, tindakan yang
paling bijaksana adalah memulai dakwah dengan sembunyi-sembunyi, agar penduduk
Mekkah tidak kaget karena tiba-tiba menghadapi sesuatu yang menggusarkan
mereka.
Sangat lumrah jika Rasulullah
SAW menampakkan Islam pada awal mulanya kepada orang yang paling dekat dengan
beliau, anggota keluarga dan sahabat-sahabat karib beliau. Beliau menyeru
mereka ini kepada Islam, juga menyeru kepada kebaikan, yang sudah beliau kenal
secara baik dan mereka mengenal beliau secara baik. Mereka yang memang diketahui
mencintai kebaikan dan kebenaran, dan mereka mengetahui kejujuran dan kelurusan
beliau.
Pada periode ini, tiga tahun
pertama, dakwah Islam dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Nabi Muhammad mulai
melaksanakan dakwah Islam di lingkungan keluarga, mula-mula istri beliau
sendiri, yaitu Khadijah, yang menerima dakwah beliau, kemudian Ali bin Abi
Thalib. [23]
kemudian dari kelompok yang mula pertama menerima Islam dari kalangan hamba
sahaya yang telah dimerdekakan dan di adopsi oleh beliau ialah Zaid bin Haritsah.[24]
Dakwah yang diemban
Rasulullah SAW tidak terbatas hanya bagi orang-orang yang mempunyai hubungan
dekat dengan beliau dan para maula, melainkan meliputi sebahagian para tokoh
masyarakat Quraisy, seperti Abu Bakar Ash Shiddiq sebagai sahabat beliau yang
paling tulus dan seorang yang memiliki sifat-sifat terpuji yang jarang dimiliki
oleh orang banyak. Dia adalah seorang kaya raya dan ternama di lingkungan
masyarakat Quraisy. Dengan menjadi pemeluk Islam pengaruhnya sangat besar,
sehingga berkat jasanya lima orang dari kelompok pertama yang masuk Islam, di
antara mereka adalah : Utsman bin ‘Affan, seorang pemuda yang belum genap
berusia dua puluh tahun, Az Zubair bi Al ‘Awwam, salah seorang kerabat Nabi
juga kerabat Khadijah yang baru menginjak usia dewasa. Kemudian Sa’d bin Abu
Waqqas, penakluk Imperium Persia, Abdurrahman bin ‘Auf sang pedagang kaya yang
pada mulanya bernama Abdul Umar, tetapi oleh Rasulullah SAW diubah menjadi
Abdurrahman, dan Thalhah bin Ubaidillah, salah seorang di antara enam ahli surga
yang dicalonkan oleh Umar bin Khattab agar dipilih menjadi khalifah sesudahnya
oleh kaum Muslimin. [25]
Mereka diikuti pula oleh para
tokoh Quraisy, seperti : Abu ‘Ubaidah bin Al-Jarrah, Al-Arqam bin Abu Al Arqam,
seorang yang rumahnya dijadikan markas dakwah Islamiah secara sembunyi-sembunyi
yang sampai sekarang masih berdiri di Mekkah. Rumah ini terletak di bukit
Shafa. Masa yang dilalui oleh Rasulullah SAW di rumah ini di anggap sebagai
masa yang sangat penting dalam sejarah dakwah Islamnya mereka dengan hari-hari
Rasulullah menyebarkan dakwahnya dari rumah milik Al Arqam ini.
Pada persiapan dakwah yang
berat maka dakwah pertama beliau mempersiapkan mental dan moral. Oleh sebab itu
beliau mengajak manusia atau umatnya untuk :[26]
a) Mengesakan Allah,
b) Mensucikan dan membersihkan
jiwa dan hati,
c) Menguatkan barisan,
d) Meleburkan kepentingan diri
di atas kepentingan jamaah.
2. Dakwah Secara Terang-terangan
Selama tiga tahun Rasulullah
SAW hanya berdakwah secara sembunyi-sembunyi dan dakwahnya disampaikan kepada
orang yang diyakini akan menerima Islam. Selama ini pula beliau bersama para
sahabatnya melaksanakan shalat dengan cara sembunyi-sembunyi agar tidak
dipantau orang-orang Quraisy. Kemudian setiap kali kaum musyrikin melihat kaum
Muslimin mengerjakan shalat, mereka mengejeknya dan tata cara peribadatan
tersebut pun ikut diremehkan pula. Sehingga pada waktu jumlah orang-orang yang
menerima Islam bertambah banyak dan orang-orang Quraisy pun mengkhawatirkan
jumlah mereka akan terus bertambah, maka dengan berbagai cara mereka terus
menghambatnya. Mereka menjadi penghambat bagi orang-orang untuk menerima Islam
yang disampaikan oleh Rasulullah SAW dan untuk itu mereka tidak segan-segan
menghina keberadaan orang-orang yang telah masuk Islam. Akan tetapi Rasulullah
SAW sesudah tiga tahun hanya berdakwah dengan cara sembunyi-sembunyi, kini
beliau diperintah agar tidak memperdulikan sikap orang-orang yang menentang dan
melecehkan dakwah mulia ini : [27]
÷íyô¹$$sù $yJÎ/ ãtB÷sè? óÚÌôãr&ur Ç`tã tûüÏ.Îô³ßJø9$# ÇÒÍÈ $¯RÎ) y7»oYøxÿx. úïÏäÌöktJó¡ßJø9$# ÇÒÎÈ
Artinya : “(94). Maka
sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan
(kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. (95). Sesungguhnya
Kami memelihara kamu daripada (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olokkan
(kamu),” (Q.S. Al-Hijr : 94-95)
Dengan datang atau turunnya
perintah itu Nabi mulai berdakwah secara terang-terangan, mula-mulanya Nabi
mengundang dan menyeru pada kerabat karibnya dari Bani Abdul Muthalib. Ia
mengatakan kepada mereka “saya tidak melihat seorang pun di kalangan Arab yang
membawa sesuatu ke tengah-tengah mereka lebih baik dari apa yang saya bawa
kepada kalian. Kubawakan kepadamu dunia dan akhirat yang terbaik. Tuhan
memerintahkan saya mengajak kalian semua. Siapakah diantara kalian yang mau
mendukung saya dalam hal ini ?”. tapi semua menolak kecuali Ali. [28]
Langkah berikutnya yang
ditempuh Nabi adalah mulai menyeru pada masyarakat umum, maka Rasulullah naik
ke bukit Shafa dan memanggil orang Mekkah, beliau bersabda “bagaimana bila aku
mengatakan kepada kalian bahwa di lembah sana ada seekor kuda yang akan
menyerang kalian, apakah kalian akan mempercayai apa yang saya ucapkan ?”
mereka menjawab “ya”, kami percaya karena kami belum pernah mendapatkan engkau
berdusta” maka Rasulullah SAW bersabda “ketahuilah bahwa sesungguhnya aku
memberi peringatan kepada kalian tentang siksa yang sangat pedih”. Lalu Rasul
mengajak mereka untuk beriman kepada Allah.[29]
Jumlah pengikut Nabi yang
pada awalnya hanya berjumlah belasan orang dan hanya dari kalangan kerabat dan
sahabat semakin bertambah. Hampir setiap hari ada yang menyatakan diri sebagai
seorang Islam dan mengislamkan diri serta keluarga mereka. Mereka kebanyakan
adalah wanita, kaum budak, pekerja, kaum miskin dan lemah. Meskipun kebanykan
dari pemeluk Islam adalah dari kaum lemah namun semangat Islam mereka sangat
keras dan kuat, dan mereka berperan dalam perjuangan Islam dan
mensosialisasikan Islam kepada kerabat dan keluarga masing-masing.
Pada masa dakwah secara
terang-terangan inilah Nabi mendapatkan perlakuan yang buruk dari umatnya.
Karena setelah dakwah terang-terangan itu, pemimpin Quraisy mulai berusaha
menghalangi dakwah Rasul. Karena mereka juga melihat semakin bertambahnya
jumlah pengikut Nabi, maka semakin keras melancarkan serangan-serangan, baik
pada Nabi ataupun pada para pengikut Nabi.[30]
Sebelum itu sebenarnya
Quraisy memang tidak pernah mengenal hidup tenteram. Bahkan setiap kabilah
langsung menyerbu kaum Muslimin yang ada di kalangan mereka; disiksa dan
dipaksa melepaskan agamanya, sehingga di antara mereka ada yang mencampakkan
Bilal, budak Abisinia itu, ke atas pasir di bawah terik matahari yang membara,
dadanya ditindih dengan batu dan akan dibiarkan begitu sampai mati. Soalnya
karena ia teguh bertahan dalam Islam. Dalam kekerasan semacam itu Bilal hanya
berkata : “Ahad, Ahad – Allah Maha Esa !” Ia memikul segala penderitaan
itu demi agamanya.
Ketika pada suatu hari oleh
Abu Bakr dilihatnya Bilal mengalami siksaan begitu rupa, ia dibeli lalu
dibebaskan. Tidak sedikit budak yang mengalami kekerasan serupa itu oleh Abu
Bakr dibeli- diantaranya budak perempuan milik Umar bin Khattab, dibelinya dari
Umar sebelum ia masuk Islam. Ada pula seorang perempuan yang disiksa sampai
mati karena ia tidak mau meninggalkan Islam kembali kepada kepercayaan
leluhurnya.
Kaum Muslimin di luar
budak-budak itu dipukuli dan dihina dengan berbagai cara. Muhammad juga tidak
terkecuali. Ia mengalami gangguan-gangguan, meskipun sudah dilindungi oleh Bani
Hasyim dan Bani Al-Muthalib. Um Jamil, istri Abu Lahab, melemparkan najis ke
depan ia sedang shalat, oleh Abu Jahal dilempari isi perut kambing yang sudah
disembelih untuk sesajen kepada berhala-berhala. Ditanggungnya semua gangguan
itu dan ia meminta kepada Fatimah, putrinya, supaya mencucikan dan
membersihkannya kembali. Ditambah lagi, disamping semua itu, kaum Muslimin
harus menerima kata-kata biadab dan keji ke mana saja mereka pergi.[31]
Cukup lama hal serupa itu
berjalan. Tetapi Muslimin tetap tabah dan berpegang teguh pada agama mereka.
Dengan dada terbuka mereka menerima siksaan dan kekerasan itu, demi akidah
mereka.
Di kota Mekkah telah kita
ketahui bahwa bangsa Quraisy dengan segala upaya akan melumpuhkan gerakan
Muhammad SAW. Hal ini dibuktikan dengan pemboikotan yang dilakukan mereka
kepada Bani Hasyim dan Bani Muthalib. Di antara pemboikotan tersebut adalah :
a. Memutuskan hubungan
perkawinan
b. Memutuskan hubungan jual beli
c. Memutuskan hubungan ziarah
dan menziarah dan lain-lain.
Pemboikotan tersebut tertulis
di kertas shahifah atau plakat yang digantungkan di Ka’bah dan tidak akan
dicabut sebelum Nabi Muhammad SAW menghentikan gerakannya.
Sehingga kemudian Nabi
memutuskan untuk menyebarkan dakwahnya di wilayah lain dengan harapan dakwahnya
akan berkembang dengan pesat. Alasan lainnya adalah untuk menghindari serangan
dari pemuka-pemuka Quraisy saat itu.[32]
Periode Mekah berlangsung
selama 12 tahun beberapa bulan beliau dibangkitkan sebagai Rasul sampai waktu
hijrahnya. Pada fase ini, jumlah umat Islam masih sedikit dan posisinya pun
masih lemah belum menyatu sebagai satu umat dan belum mempunyai pemerintahan.
Ciri-ciri masyarakat Islam pada fase Mekkah adalah (a) jumlahnya masih sangat
sedikit; (b) karena jumlahnya sedikit, Nabi hanya memperoleh sekitar 200 orang,
itupun kebanyakan dari kalangan lemah, mereka tidak memiliki kekuatan apa pun
jika dibandingkan dengan para penentang Islam; (c) karena lemah, mereka
dikucilkan oleh masyarakat penentang Islam, misalnya kegiatan ekonominya
diblokade.[33]
Masyarakat Islam yang
dibimbing oleh Nabi Muhammad SAW. Di Mekkah adalah masyarakat yang baru memeluk
Islam. Sebagai muallafin yang bertahun-tahun sebelumnya menjadi
penyembah berhala, tentu mereka masih sangat memerlukan bimbingan akidah dari
Nabi. Oleh karena itu, perhatian Rasul pada fase ini diarahkan pada penyebaran
dakwah dan pembinaan keimanan. Rasul berusaha memalingkan umat manusia dari
menyembah berhala dan patung untuk beribadah hanya kepada Allah Pencipta langit
dan bumi, menjaga diri dari gangguan orang-orang yang sengaja menghalangi
dakwah, yakni orang-orang yang menzalimi orang-orang yang beriman. Bagi Nabi,
fase ini belum ada kesempatan untuk membina dan mengembangkan hukum (tasyri’)
yang bersifat ‘amali , dan belum dibentuk peraturan ketat pemerintah,
perdagangan, dan lain-lain. Oleh karena itu surat-surat makkiyah dalam
Al-Qur’an, seperti Yunus, Al-Ra’du, Al-Furqan, Yasin, dan Al-Hadid bukan
merupakan ayat-ayat hukum yang ‘amali, bahkan kebanyakan ayatnya khusus
membahas masalah akidah, akhlak, dan tamsil perjalanan hidup umat
manusia pada masa lampau.[34]
Program pokok dalam misi
Mekah adalah memperkenalkan dan mengajarkan kepada keluarga dan kerabat
dekatnya serta kepada orang-orang Mekah tentang ketauhidan, bahwa tiada Tuhan
selain Allah (La Ilaha Illallah), dan penyembahan berhala yang dilakukan
mereka merupakan kemusyrikan dan kezaliman yang amat besar.[35]
Ada beberapa faktor yang
menyebabkan dakwah beliau banyak mendapat tantangan yaitu sebagai berikut ;[36]
a. Mereka tidak dapat membedakan
antara kenabian dan kekuasaan. Mereka mengira bahwa tunduk kepada seruan Nabi
Muhammad berarti tunduk kepada kepemimpinan Bani Abdul Muthalib.
b. Nabi Muhammad menyerukan persamaan
hak antara bangsawan dan hamba sahaya.
c. Para pemimpin Quraisy tidak
mau percaya ataupun mengakui serta tidak menerima ajakan tentang kebangkitan
kembali dan pembalasan di akhirat.
d. Taklid kepada nenek moyang
adalah kebiasaan yang berurat akar pada bangsa Arab, sehingga sangat berat bagi
mereka untuk meninggalkan agama nenek moyang dan mengikuti agama Islam.
e.
Pemahat dan penjual patung memandang Islam sebagai penghalang
rezeki.
E. KETELADANAN DAN SIFAT NABI
DALAM BERDAKWAH
Nabi Muhammad SAW merupakan
perwujudan semua kebajikan. Dia tidak
hanya merupakan orang yang terbaik, tetapi juga Nabi yang terbesar. Akhlaknya
adalah Qur’an demikian kata Aisyah, istri Nabi. Dengan kata lain, kehidupan
sehari-harinya merupakan gambaran yang benar dan ajaran-ajaran Al-Qur’an.
Karena Kitab Allah merupakan kitab undang-undang yang mengandung moral-moral yang
tinggi bagi pengembangan kemampuan manusia yang berbeda-beda, kehidupan Nabi
memperlihatkan semua moral itu dalam kenyataan.
Kesederhanaan merupakan inti
akhlak Nabi. Dia mencintai kebajikan-kebajikan untuk kepentingan akhlak itu
sendiri. Moral-moral yang tinggi, yang merupakan gambaran yang menarik dari
akhlaknya, bukan suatu kemahiran yang ada pada dirinya, melainkan merupakan hal
yang melekat di dalam sifatnya.
Nabi sangat mencintai sahabat-sahabatnya.
Dia menemui setiap orang dengan wajah ceria. Kadang-kadang dia menyukai gurauan
yang baik bersama sahabat-sahabatnya. Dia akan berbicara dengan bebas, tidak
pernah menarik diri untuk mengesankan orang yang lebih tinggi.
Rasulullah SAW telah menempuh
semua jalan yang lurus untuk menyampaikan dakwah Allah SWT secara sempurna.
Sebaliknya, banyak orang yang menempuh pelbagai macam jalan yang terbaik dalam
hati mereka untuk menghalang-halangi dan memalingkan beliau dari dakwah, tetapi
beliau tetap tegak di jalan dakwah dan tidak berpaling sedikit pun.[37]
Dalam menyampaikan dakwah,
Rasulullah saw menggunakan berbagai cara, diantaranya dengan menghubungi
orang-orang secara pribadi, menampakkan dirinya secara terang-terangan di
hadapan kabilah-kabilah Arab, melakukan perjalanan, mendatangi tempat-tempat
berkumpulnya orang-orang, serta mengirim utusan mewakili dirinya. Beliau juga
menerima utusan-utusan kabilah supaya mereka mengambil ajaran Islam dan kembali
untuk berdakwah di kaumnya, mengirim surat kepada raja-raja dan para pemimpin
dunia berisi ajakan beriman kepada Allah, menugaskan semua manusia untuk
belajar dan mengajarkan ajaran Islam, dan memerintahkan kepada seluruh umat
Islam untuk menyampaikan ajaran Islam ke seluruh penjuru dunia sampai seluruh
manusia mendengar dakwah Islam tanpa kecuali.
Mereka, musuh-musuh dakwah
itu, menggunakan cara-cara penyiksaan yang kejam pada beliau dan pengikutnya.
Mereka menggunakan bujukan dan iming-iming, mengintimidasi beliau dan
keluarganya, menyerang beliau secara psikologis dengan penghinaan dan
tuduhan-tuduhan, lalu menerapkan cara paling keji yang dikenal manusia, yaitu
memboikot dan mengisolir beliau serta orang-orang yang menolongnya secara total
dari kehidupn normal manusia. Semua itu mereka lakukan untuk meghentikan dan
memalingkan beliau dari dakwah. Karena semua cara di atas gagal menghentikan
dan memalingkan beliau dari dakwah, tetapi cara ini pun gagal.
Keadaan seperti ini
berlangsung cukup lama, yang menyambut dakwah beliau masih sedikit, semua orang
berusaha membuat beliau putus asa, tetapi beliau tetap terus berdakwah. Lalu,
mereka memerangi beliau habis-habisan untuk membinasakan beliau dan memusnahkan
dakwahnya, tetapi beliau terus bersabar dan berdakwah.[38]
Nabi Muhammad SAW telah
diciptakan sebagai makhluk yang agung sebelum beliau menerima wahyu dan menjadi
Rasul. Sejak kecil beliau tidak mau menyembah berhala-berhala yang
dipertuhankan oleh nenek moyangnya dan menjadi sumber kebanggaan mereka di
seluruh dataran Arab. Sejak kecil pula beliau telah terkenal sebagai orang yang
jujur dan setia, dicintai dan menarik hati kaumnya. Mereka bahkan memberinya
gelar “Al-Amin” yang berarti orang yang terpercaya.[39]
Keutamaannya telah nampak
sejak beliau masih kanak-kanak sehingga seorang wanita Quraisy kaya raya serta
memiliki kedudukan dan keturunan terpandang tertarik untuk menikahinya.
Meskipun wanita ini mengetahui bahwa Muhammad adalah orang yang sederhana.[40]
Adapun keteladanan dan
sifat-sifat Nabi ketika berdakwah ialah :
- Nabi Muhammad berdakwah
dengan keteladanan. Sebelum beliau menyampaikan sesuatu, maka beliau
terlebih dahulu melaksanakannya. Jadi, disamping dakwah dengan lisan,
dakwah juga dilakukan dengan perbuatan, sikap, dan keteladanan dalam
kehidupan sehari-hari.
- Disampaikan dengan penuh
kehati-hatian, sabar, dan menggunakan bahasa yang halus dan lemah lembut
serta dengan bahasa yang mudah dipahami.
- Rasulullah saw.
memposisikan para pengikutnya sebagai sahabat, hal ini tercermin dalam
sebutan para pengikutnya yakni dengan sebutan ‘sahabat’. Cara seperti ini
menimbulkan rasa simpati yang luar biasa, karena di dalam Islam
nyata-nyata diterapkan kesetaraan.
- Rasulullah saw. selalu
bersama para sahabat-sahabatnya baik dalam keadaan suka maupun duka,
dengan demikian terjalin persatuan, kesatuan, dan solidaritas umat Islam
yang sangat kuat. Dalam berdakwah Rasulullah saw. tidak pernah memaksakan
kehendak, Rasulullah saw hanya menyampaikan ajaran dari Allah SWT, dan
memberikan pemahaman secara rasional dan dengan hati yang jernih.
Mengikuti atau tidak hal itu menjadi hak pribadi masing-masing. Dengan
kata lain, dalam berdakwah Rasulullah saw tidak pernah menggunakan
cara-cara kekerasan.[41]
F. PERSIAPAN HIJRAH DAN MAKNA HIJRAH
1.
Persiapan Hijrah
Setelah Khadijah meninggal
dunia, begitu juga paman pelindungnya, Abu Thalib, cacian, hinaan, teror,
bahkan ancaman pembunuhan dari orang-orang Quraisy semakin menjadi-jadi. Oleh
karena itu, untuk menghindari terjadinya kemungkinan terburuk dari mereka,
beliau memutuskan untuk mencari tempat lain yang lebih aman untuk mengembangkan
ajarannya. Pergilah beliau ke Thaif, sebuah kota di daerah pegunungan yang
jaraknya kira-kira 70 mil dari kota Mekah, dengan harapan mudah-mudahan
penduduk Thaif lebih dapat menerima seruan Islam. Akan tetapi, penduduk Thaif
pun tidak lebih baik dari penduduk Mekah. Mereka mengejek dan menghinanya,
bahkan tanpa belas kasihan, mereka melemparinya dengan batu sampai beliau
terluka.[42]
Nabi Muhammad ke madinah,
bukan hanya menghindari tekanan dari masyarakat Quraisy Mekah, melainkan
bertujuan untuk menyebarkan ajaran Islam. Di Mekah masyarakat Quraisy sangat
menentang ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad, karena tidak sesuai dengan
kepercayaan yang mereka anut. Tantangan dari masyarakat Quraisy semakin
meningkat, setelah melihat pengikut Nabi Muhammad, maka mereka bersepakat untuk
memboikot perkembangan Islam.[43]
Cobaan berat yang dirasakan
Nabi selama mengungsi di Thaif serasa menyuramkan semangat perjuangannya. Kalau
bukan seorang Nabi, mungkin beliau sudah putus asa. Akan tetapi, karena sebagai
pilihan Allah, Muhammad tidak patah arang apalagi sampai harus berputus asa.
Karena memang itulah resiko perjuangan yang harus dipikul oleh setiap pejuang
kebenaran. Mungkin juga beliau teringat pada ucapan Waraqah, paman istrinya
yang pernah dikunjunginya beberapa waktu lalu, bahwa : “Belum pernah ada
seseorang yang membawa ajaran seperti yang kamu bawa, kecuali dia dimusuhi.”
Perkataan ini merupakan gambaran bahwa setiap perubahan selalu ada tantangan
dan hambatan.[44]
Pada saat demikian, tiba-tiba
terbersit seberkas harapan dalam pikiran Nabi bersama dengan datangnya musim
haji. Ketika upacara haji sampai selesai, Nabi menaruh perhatian terhadap suatu
kerumunan yang terdiri atas 6 orang pemuda yang tampak seperti orang asing.
Ternyata mereka adalah anak-anak muda dari Yatsrib. Kepada mereka, Nabi
menyampaikan dasar-dasar akidah Islam dan menganjurkan agar mereka mengikuti
seruan-seruan Tuhan dan menyampaikan pula perihal cobaan dan penganiayaan kafir
Quraisy Mekah terhadap dirinya. Nabi bertanya kepada mereka, “Apakah mereka
bersedia menerima dan melindungi Nabi seandainya pindah ke Yatsrib ?” Keenam
pemuda tersebut dengan tegas menyatakan diri memeluk agama Muhammad, namun saat
itu mereka belum bersedia menjamin perlindungan atas diri Nabi. Sebab, mereka
sedang terlibat permusuhan di negerinya. Setibanya di Yatsrib, keenam pemuda
tersebut menyebarkan berita tentang telah datangnya seorang rasul di tengah-tengah
masyarakat Mekah untuk mengajak manusia ke jalan lurus dan menyelamatkan mereka
dari jalan kehidupan yang sesat. Sebagian pengikut Yahudi Yatsrib yang
menanti-nanti kedatangan Rasul terakhir sebagaimana yang dinyatakan dalam kitab
suci mereka, dengan gembira menyambut tersiarnya kabar tersebut.[45]
Sejumlah orang Yatsrib datang
ke Mekah setiap musim haji. Sebagian dari mereka yang telah menerima seruan
nabi menyatakan keimanannya kepada ajaran Islam. Ketika musim haji yang tiba,
Nabi mendatangi tempat pertemuan yang telah disepakati sebelumnya. Dua belas
pemuda Yatsrib yang telah beriman bertemu dengan Nabi di Aqabah. Di
hadapan Nabi mereka menyatakan kesaksiannya memeluk agama Islam, dan secara
bersama-sama mengangkat tangan Nabi seraya bersumpah bahwa mereka tidak akan
menyembah sesuatu selain Allah. Sumpah inilah yang dalam dikenal sebagai
perjanjian Aqabah I (Bai’atul Aqabah al-Ula). Semenjak itulah, harapan
Nabi untuk menyiarkan agama Islam jelas, dan dengan penuh kesabaran Nabi menanti
undangan dari Yatsrib. Tak lama setelah terjadi perjanjian Aqabah I, terjadilah peristiwa Isra’ Mi’raj. Dalam
peristiwa ini, Nabi menjumpai Yang Maha Pencipta, dan menerima perintah untuk
menjalankan shalat lima kali sehari semalam.[46]
Pada musim haji berikutnya,
tahun 622 M. Jemaah haji dari Yatsrib praktis jumlahnya banyak sekali, terdiri
dari 75 orang, 73 pria dan 2 wanita,[47]
berkunjung ke Mekah dan bersumpah di hadapan Nabi bahwa mereka akan menolong
dan melindungi Nabi. Inilah yang disebut dengan perjanjian Aqabah II
(Bai’at Al-‘Aqabah Ats- Tsaniyah). Mereka
juga mengundang Nabi untuk singgah ke kota mereka. Saat itu, Nabi belum
bersedia menerima undangan mereka, tetapi mengirimkan seorang utusan, yaitu
Mus’ab untuk menyebarkan Islam di sana. Suatu saat, Nabi meminta kepada Mus’ab
untuk pulang ke Mekah dan meminta laporan perkembangan pemeluk Islam disana.
Mus’ab pun menyampaikan kepada Nabi bahwa pemeluk Islam di sana semakin hari
semakin pesat. Laporan yang cukup menggembirakan dari Mus’ab tersebut menambah
motivasi bagi Nabi untuk segera merealisasikan niat hijrahnya ke Madinah.[48]
Berita-berita yang
disampaikan oleh Mus’ab ini membuat Muhammad berpikir lebih lama lagi.
Pengikut-pengikutnya di Yatsrib kini semakin hari makin berkuasa dan bertambah
kuat juga. Dari orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik mereka tidak
mendapat gangguan seperti yang dialami oleh kawan-kawannya di Mekah karena
gangguan Quraisy. Di samping itu Yatsrib lebih makmur daripada Mekkah ada
pertanian, ada kebun kurma, ada anggur.
Bukankah lebih baik sekali apabila Muslimin Mekkah itu hijrah saja ke
tempat saudara-saudara mereka di sana, yang akan terasa leih aman ? mereka akan
bebas dari Quraisy yang selalu memfitnah agama mereka. [49]
Perintah Hijrah
Rencana Quraisy akan membunuh
Muhammad pada malam hari, karena dikuatirkan ia akan hijrah ke Madinah dan
memperkuat diri disana serta segala bencana yang mungkin menimpa Mekah dan
memperkuat diri disana serta segala bencana yang mungkin menimpa Mekah dan
menimpa perdagangan mereka dengan Syam sebagai akibatnya, beritanya sudah
sampai kepada Muhammad. Memang tak ada orang yang menyangsikan, bahwa Muhammad
akan menggunakan kesempatan ini untuk hijrah. Akan tetapi karena begitu kuat ia
dapat menyimpan rahasia itu, sehingga tiada seorang pun yang mengetahui, juga
Abu Bakr, orang yang pernah menyiapkan dua ekor unta kendaraan tatkala ia
meminta izin kepada Nabi akan hijrah, yang lalu ditangguhkan, hanya sedikit
mengetahui soalnya. Muhammad sendiri memang masih tinggal di Mekah ketika ia
sudah mengatahui keadaan Quraisy itu dan ketika kaum Muslimin sudah tidak ada
lagi yang tinggal kecuali sebagian kecil. Dalam ia menantikan perintah Tuhan
yang akan mewahyukan kepadanya supaya hijrah, ketika itulah ia pergi ke rumah
Abu Bakr dan memberitahukan, bahwa Allah telah mengizinkan ia hijrah. Dimintanya
Abu Bakr supaya menemaninya dalam hijrahnya itu, yang lalu diterima baik oleh
Abu Bakr.[50]
Ali di Tempat Tidur Nabi
Pemuda-pemuda yang sudah
disiapkan Quraisy untuk membunuhnya malam itu sudah mengepung rumahnya, karena
dikuatirkan ia akan lari. Pada malam akan hijrah itu pula Muhammad membisikkan
kepada Ali bin Abi Thalib supaya memakai mantelnya yang hijau dari Hadzramaut
dan supaya berbaring di tempat tidurnya. Dimintanya supaya sepeninggalannya
nanti ia tinggal dulu di Mekah menyelesaikan barang-barang amanat orang yang
dititipkan kepadanya. Dalam pada itu pemuda-pemuda yang sudah disiapkan
Quraisy, dari sebuah celah mengintip ke tempat tidur itu dan mereka pun puas
bahwa dia belum lari.
Tetapi, menjelang larut malam
waktu itu, dengan tidak setau mereka Muhammad sudah keluar menuju ke rumah Abu
Bakr. Kedua orang itu kemudian keluar dari jendela pintu belakang, dan terus
bertolak ke arah selatan menuju gua Thaur. Bahwa tujuan kedua orang itu melalui
jalan sebelah kanan adalah di luar dugaan. [51]
2. Makna Hijrah
Peristiwa hijrah adalah
peristiwa historis-sosiologis. Yaitu peristiwa yang terjadi dengan mengikuti Sunnatullah.
Peristiwa hijrah juga dapat disebut sebagai peristiwa kesejarahan karena
dampaknya yang demikian besar dan dahsyat pada perubahan sejarah umat manusia. [52]
Dari sudut tinjauan
historis-sosiologis, peristiwa Hijrah adalah puncak dari rentetan berbagai
peristiwa yang panjang, sepanjang masa perjuangan Nabi SAW menegakkan kebenaran
di Mekkah. Sebab-sebab peristiwa-peristiwa itu mengawali kepindahan Nabi dari
Mekkah ke Yatsrib, merupakan pendahuluan atau penyiapan terjadinya peristiwa
bersejarah itu. [53]
Peristiwa Hijrah, paling
tidak, memberikan makna sebagai berikut: [54]
Pertama: pemisah antara kebenaran dan kebatilan; antara Islam dan kekufuran;
serta antara Darul Islam dan darul kufur. Paling tidak, demikianlah menurut
Umar bin al-Khaththab ra. ketika beliau menyatakan: Hijrah itu memisahkan
antara kebenaran dan kebatilan. (HR Ibn Hajar).
Kedua: tonggak berdirinya Daulah Islamiyah (Negara Islam) untuk pertama
kalinya. Dalam hal ini, para ulama dan sejarahwan Islam telah sepakat bahwa
Madinah setelah Hijrah Nabi saw. telah berubah dari sekadar sebuah kota menjadi
sebuah negara Islam; bahkan dengan struktur yang menurut cendekiawan Barat,
Robert N. Bellah terlalu modern untuk ukuran zamannya. Saat itu, Muhammad
Rasulullah saw. sendiri yang menjabat sebagai kepala negaranya.
Ketiga: awal kebangkitan Islam dan kaum Muslim yang pertama kalinya,
setelah selama 13 tahun sejak kelahirannya, Islam dan kaum Muslim terus
dikucilkan dan ditindas secara zalim oleh orang-orang kafir Makkah.[55]
KESIMPULAN
Pokok pembinaan
pendidikan Islam di kota Mekkah adalah pendidikan tauhid, titik beratnya adalah
menanamkan nilai-nilai tauhid ke dalam jiwa setiap individu muslim. Hal ini
ditanamkan Rasulullah Saw, karena pada saat itu kondisi masyarakat Mekkah masih
dalam keadaan jahiliyah dan masih banyak yang menyembah berhala. Tujuan
penanaman nilai-nilai tauhid ini adalah agar jiwa mereka terpancar sinar tauhid
dan tercermin dalam perbuatan dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan Islam Mekkah
merupakan Islam terberat bagi Nabi Muhammad SAW. Karena di Mekkah Nabi banyak
mengalami kesulitan dan tantangan dari masayarakat Mekkah yang masih belum
menerima adanya agama Islam. Hal ini dapat dilihat pada tahap awal Pendidikan
Islam yang dilakukan Rasulullah yang dilakukan secara tersembunyi dan hanya
berkisar pada kerabat dekatnya saja.
Hijrah
dari Mekkah ke Madinah bukan hanya sekedar berpindah dan menghindari diri dari
tekanan dan ancaman kaum Quraisy dan penduduk mekkah yang tidak ingin
menghadapi pembaharuan terhadap ajaran nenek moyang mereka, tetapi juga
mengandung maksud untuk mengatur potensi dan menyusun kekuatan dalam menghadapi
tantangan-tantangan lebih lanjut, sehingga nanti akhirnya terbentuk masyarakat
baru yang nantinya bersinar kembali mutiara tauhid warisan Ibrahim yang akan
disempurnakan oleh Muhammad SAW melalui wahyu Allah.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdurrahman Azzam, The Greatest Leader, Jakarta
: Qisthi Press, 2008
Ahmad Mujahidin, Arab Pra Islam : Hubungan
Ekonomi dan Politik dengan Negara-negara Sekitarnya, Jurnal Akademika,
Volume 12, Nomor 2. Maret. 2003
Al-Alusi : Sabaik Adz Dzahab Fi Ma’rifah Qabail
Al ‘Arab , Baghdad, thal. 1280
Arifudin, Sejarah Peradaban Islam, Pekanbaru
: Benteng Media, 2014
Dedi Ismatullah, Sejarah Sosial Hukum Islam,
Bandung : Pustaka Setia, 2011
Dedi Supriyadi, Sejarah Hukum Islam, Bandung
: Pustaka Setia, 2007
Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan
Islam, Jakarta : Kalam Mulia, 2001
K.Ali, A. Study of Islamic History, Diterjemahkan
oleh Ghufran A. Mas’adi, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1996
Muhammad Husain Haikal, Sejarah Hidup
Muhammad, Jakarta : Litera AntarNusa, 1992
Nurcholis Madjid, Islam Agama Peradaban;
Membangun Makna dan Relevansi Doktrin Islam dalam Sejarah, Jakarta :
Paramadina, 1995
Philip K.Hitti, History of The Arabs, Cet X,
Landon : The Macmillan Press Ltd, 1974 M
Syed Mahmudunnasir, Islam
Konsepsi dan Sejarahnya, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2011
Syafiq A. Mughni, Masyarakat Arab Pra Islam
dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam I, Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve,
2002
Said Hawwa, Ar Rasul Muhammad
Shallallahu’alaihi Wasallam, daarus
salam : jakarta : gema insani press,
2003
[1] Hasan Ibrahim
Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 2001), Hal.
5
[2] Dedi Supriyadi, Sejarah
Hukum Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2007), Hal. 43
[3] Ibid
[4] Ibid
[5] Syafiq A. Mughni, Masyarakat
Arab Pra Islam dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam I, (Jakarta : Ichtiar
Baru Van Hoeve, 2002), Hal. 15
[6] Arifudin, Sejarah
Peradaban Islam, (Pekanbaru : Benteng Media, 2014), Hal. 20
[7] Hasan Ibrahim
Hasan, Hal. 108
[8] Ahmad Mujahidin, Arab
Pra Islam : Hubungan Ekonomi dan Politik dengan Negara-negara Sekitarnya, Jurnal
Akademika, Volume 12, Nomor 2. Maret. 2003. Hal. 12-13
[9] Ibid
[10] Al-Alusi : Sabaik
Adz Dzahab Fi Ma’rifah Qabail Al ‘Arab (Baghdad, thal. 1280), Hal. 69
[11] (Q.S. 106 : 1-4)
[12]
http://metroislam.com/memerdekakan-kaum-mustadhafin-sudahkah-jadi-perhatian-dua-muktamar/
[13] Ibid
[14]
https://iqraanugrah.wordpress.com/tag/al-mustadhafin/
[15] Ibid
[16] Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan
Sejarahnya, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2011), Hal. 103
[17] Ibid, Hal.
104
[18] Abdurrahman Azzam, The
Greatest Leader, (Jakarta : Qisthi Press, 2008), Hal. 6
[19] Ibid, Hal.7
[20] Loc Cit
[21] Arifuddin, Hal. 173
[22] Ibid, Hal.
174
[23] Ibid, Hal.
175
[24] Hasan Ibrahim
Hasan, Hal. 147
[25] Ibid, Hal.
148
[26] Arifuddin, Hal. 175
[27] Hasan Ibrahim
Hasan, Hal. 149
[28] Arifuddin, Hal. 176
[29] Ibid
[32] Op Cit
[33] Dedi Ismatullah,
Hal. 156
[34] Ibid, Hal.
157
[35] Ibid
[36] Op Cit
[37] Said Hawwa, Ar
Rasul Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam,
daarus salam : (jakarta : gema
insani press, 2003), hal. 96
[38] Ibid, Hal.
97
[39] Abdurrahman Azzam,
Hal. 6
[40] Ibid, Hal. 7
[41] Ibid
[42] Dedi Ismatullah, Sejarah
Sosial Hukum Islam,(Bandung : Pustaka Setia, 2011), Hal. 158
[43] Philip K.Hitti, History of The Arabs, Cet
X, (Landon : The Macmillan Press Ltd, 1974 M), Hal. 36
[44] Ibid
[45] K.Ali, A. Study
of Islamic History, Diterjemahkan oleh Ghufran A. Mas’adi, (Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 1996), Hal. 37
[46] Op Cit, Hal.
159
[47] Muhammad Husain
Haikal,Hal. 170
[48] Dedi Ismatullah,
Hal. 160
[49] Muhammad Husain
Haikal, Hal. 168
[50] Muhammad Husain
Haikal, Hal. 179
[51] Ibid, Hal.
180
[52] Nurcholis Madjid, Islam
Agama Peradaban; Membangun Makna dan Relevansi Doktrin Islam dalam Sejarah, (Jakarta
: Paramadina, 1995), Hal. 29
[53] Ibid
[54]
https://www.facebook.com/notes/marilah-sholat-stop-fesbuk-saat-adzan/selamat-tahun-baru-1434-hijrah-makna-hakiki-hijrah-nabi/522354784444346/
[55] Ibid