Jumat, 05 Mei 2023

Perkawinan dan Cinta

Perkawinan dan Cinta 



Perkawinan dan Cinta

 

Pertanyaan :

                Saya seorang gadis berusia lima belas tahun. Keluarga saya ingin mengawinkan saya dengan anak paman saya, sedangkan saya tidak mencintainya, sebab saya mencintai pemuda lain. Maka apakah yang harus saya perbuat?

Jawaban :

                Masalah cinta dan kasih sayang kini merebak menjadi topik pembicaraan di mana-mana, karena pengaruh drama, sandiwara, cerpen, novel, film sinetron, dan lain-lain. Anak-anak gadis banyak yang gandrung dengan masalah ini. Saya khawatir mereka teperdaya oleh cinta. Lebih-lebih pada usia-usia puber dan memasuki masa baligh, sementara hati mereka masih kosong (dari pegangan dan pedoman hidup). Akibatnya, kata-kata yang manis mudah saja masuk ke dalam hati yang kosong ini.

                Sangat disayangkan ada sebagian pemuda yang berbuat demikian dengan penuh keteperdayaan atau malah merasa senang dan nikmat mencumbu dan merayu, bahkan merasa bangga dengan perbuatannya itu. Ia bangga jika dirinya dapat berhasil merayu banyak wanita.

                Karena itu, nasihat saya kepada gadis muslimah, janganlah teperdaya oleh perkataan dan semua rayuan gombal. Hendaklah anda mendengarkan nasihat orang tua atau wali. Janganlah memasuki ke hidup rumah tangga hanya semata-mata memperturutkan perasaan, tetapi pertimbangkanlah segala sesuatunya dengan akal sehat.

                Saya sarankan kepada orang tua atau wali, hendaklah memperhatikan kemauan dan keinginan anak-anak perempuanya. Jangan lah si ayah membuang perasaan dan keinginan anaknya dan menjadikannya sebagai amplop kosong tak berisi, lalu mengawinkannya dengan siapa saja yang di kehendakinya, sehingga si anak memasuki kehidupan rumah tangga dengan terpaksa. Karena si anak itulah kelak yang akan bergaul dengan suaminya, dan bukan si ayah. Tetapi ini tidak berarti bahwa antara pemuda dan si gadis harus sudah ada hubungan cinta sebelum terjadinya perkawinan, namun paling tidak harus ada kerelaan hati.

                Karena itu, Islam memerintahkan si peminang melihat pinangannya, begitu juga sebaliknya.

Sabda nabi Muhammad SAW:

فا ءن ذ لك ا حر ي ان يؤ د م بينكما

“ karena yang demikian itu lebih patut dapat mengekalkan kalian berdua”

                Syariat Islam menghendaki kehidupan rumah tangga ditegakkan atas dasar saling meridhai dari masing-masing pihak yang berkepentingan. Si wanita hendaknya ridha setidak-tidaknya memiliki kebebasan untuk menyatakan kehendak akan pendapatnya secara terus terang, atau kalau ia merasa malu menyatakan persetujuannya secara terus terang, bolehlah dengan sikap diam:

عن ابن عباس أنّ رسول الله صلى الله عليه و سلم قال الأيّم أحق بنفسها من وليّها والبكر تُستأذنُ في نفسها و إذنُها صمتها

Dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW., bersabda: “Janda itu lebih berhak atas dirinya daripada walinya, sedangkan seorang gadis harus dimintai izinnya dan izinnya adalah diamnya. (HR. Tirmidzi)

                Maksudnya, wanita yang sudah pernah kawin sebelumnya harus menyatakan terus terang, “saya suka dan cocok (setuju).” Adapun seorang gadis bila dimintai izinya untuk dikawinkan kadang-kadang merasa malu untuk menjawab, lalu ia diam atau tersenyum, maka yang demikian itu sudah di anggap cukup bahwa ia setuju. Tetapi jika ia mengatakan “tidak” atau menangis, maka ia tidak boleh di paksa.

                Nabi SAW. Pernah membatalkan perkawinan seorang wanita yang dikawinkan tanpa kerelaannya. Dalam beberapa riwayat jua disebutkan bahwa ada seorang wanita yang menolak dikawinkan ayahnya. Lalu ia mengadukan hal itu kepada Nabi SAW. Nabi menginginkan dia merelakan ayahnya, sekali, dua kali, tiga kali. Ketika nabi SAW melihat dia masih tetap pendiriannya, beliau bersabda : “lakukanlah apa yang engkau kehendaki.” Tetapi kemudian wanita itu berkata “ saya perkenankan apa yang dilakukan ayah, tetapi saya ingin agar para bapak (ayah) itu tahu bahwa mereka tidak punya hak apa-apapun dalam masalah ini.

                Perlu saya tegaskan disini bahwa dalam perkawinan itu harus ada kerelaan si anak dan wali (orang tua) sebagaimana yang di syaratkan oleh banyak fuqaha, sehingga mereka mengatakan wajibnya persetujuan wali untuk kesempurnaan nikah. Disebutkan dalam hadits :

اَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ، وَشَاهِدَيْ عَدْلٍ

“Tidak sah nikah kecuali dengan keberadaan wali dan dua saksi yang adil”.( HR. At-Tirmidzi (no. 1102) kitab an-Nikaah, Abu Dawud (no. 2083) kitab an-Nikaah, Ibnu Majah (no. 1881) kitab an-Nikaah, Ahmad (no. 19024), ad-Darimi (no. 2184).

            أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَإِنْ دَخَلَ بِهَا فَلَهَا الْمَهْرُ بِمَا اسْتَحَلَّ مِنْ فَرْجِهَا، وَإِنِ اشْتَجَرُوْا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لاَ وَلِيَّ لَهَا

 

“Wanita manapun yang menikah tanpa seizin walinya, maka pernikahannya bathil, pernikahannya bathil, pernikahannya bathil. Jika seseorang menggaulinya, maka wanita itu berhak mendapatkan mahar, sehingga ia dihalalkan terhadap kemaluannya. Jika mereka terlunta-lunta (tidak mempunyai wali), maka penguasa adalah wali bagi siapa (wanita) yang tidak mempunyai wali”.( HR. At-Tirmidzi (no. 1102) kitab an-Nikaah, dan ia mengatakan: “Hadits hasan,” Abu Dawud (no. 2083) kitab an-Nikaah, Ibnu Majah (no. 1879) kitab an-Nikaah, Ahmad (no. 23851, 24798), ad-Darimi (no. 2184) kitab an-Nikaah).

                Selain itu, juga harus ada keridhaan ibu. Mengapa ibu ? karena ibulah yang banyak mengerti masalah anak perempuannya. Rasulullah SAW bersabda :

ا مرو ا ا لنسا ء في بنا تهن (روه احمد و ابو دا ود)

            "Ajaklah ibu-ibu bermusyawarah tentang anak-anak perempuan mereka”. (H.R Ahmad dan Abu Daud)

                Dengan begitu, dia memasuki kehidupan berumah tangga dengan ridha. Ayah ridha, ibu ridha, dan seluruh keluarganya ridha sehingga kehidupan rumah tangganya nanti tidak sesak napas dan tidak keruh.

                Yang lebih utama, hendaklah perkawinan dilakukan dengan cara yang dikehendaki oleh syari’at. Wallahul Muwafiq

 

Referensi: Hadyul Islam Fatawi Mu’ashirah, Jilid 1 Dr. Yusuf Qaradhawi