Pelajaran Dari Seorang Penjual Kue
“Pelajaran
Dari Seorang Penjual Kue”
Oleh:
Eri Rizaldi
“Orang-orang yang
menginfaqkan (hartanya), baik pada waktu lapang maupun sempit, serta orang-orang
yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan pada orang lain”. Allah menyukai
orang orang yang berbuat kebajikan.Q.S Ali Imran : [2] 134)
Seperti biasanya rabu pagi adalah hari pasar tradisional
yang ada di kecamatan tambang atau di kenal dengan pasar danau. Sepertihalnya
pasar tradisional, begitu banyak para pedagang yang menjual berbagai macam
kebutuhan yang dibutuhkan oleh masyarakat sekitar maupun masyarakat di luar
kecamatan tambang danau bingkuang. Para pedagang tersebut ada yang menjual
ikan, sayur mayur, bawang, cabe, sembako dan juga pakaian yang dipakai
sehari-hari. Para pedagang tersebut ada yang berasal dari desa setempat dan
juga dari daerah di luar kecamatan tambang seperti kampar, air tiris, rumbio
dan bangkinang.
Saat
berangkat ke sekolah untuk mengajar,
saya selalu lewat di pasar danau tersebut, kebetulan rumah saya tidak
jauh dari pasar. Untuk belanja ke pasar, istri saya tidak pergi di waktu pagi,
biasanya kalau belanja kepasar waktu yang paling pas itu ya, di pagi hari
kira-kira sekitar jam 08.00 pagi. Karena di pagi hari barang dagangan yang di
jual oleh pedagang masih segar-segar seperti ikan dan sayur-mayur. Istri saya
tidak pergi ke pasar pada pagi hari karena tidak ada yang menjaga anak. saya baru 2 tahun lebih menikah dan dikaruniai 1 orang anak laki-laki yang masih
kecil berumur 2 tahun, maklum anak pada usia ini masih rewel-rewelnya dan tidak
bisa di tinggal apalagi pergi kepasar. Karena istri saya kepasar bisa
menghabiskan waktu sampai 2 jam lebih, maklum ibu-ibu kalau sudah belanja
menawar barang –barang yang ingin di beli sangat luar biasa, menawar harga di
luar batas dan terkadang membuat penjual menjadi kesal. Ketika pedagang menuruti
harga, ibu-ibu juga sering tidak jadi
membeli dagangan nya dan pindah ke pedagang sebelah. Begitulah kira-kira
transaksi jual beli di pasar tradisional yang pernah saya lihat.
Jadi ketika istri saya ingin kepasar, terpaksa
menunggu ketika saya pulang dari mengajar. saya pun juga ikut menemani istri
dan membawa anak untuk membeli kebutuhan sehari-hari di pasar tradisional
tersebut.
Ketika saya pulang, saya pun
lansung pergi kepasar menemani anak dan istri, walaupun terkadang saya tidak
sempat ganti baju karena saya masih memakai seragam guru , takut nanti pasar
akan tutup karena saya pulang dari sekolah sekitar jam 15.50 dan pergi kepasar
pukul 16.20 .
Sampai di pasar, istri saya lansung
membeli kebutuhan yang di perlukan , dan biasanya istri saya ini membeli cabe
ke pedagang dan sekaligus menghaluskan cabe dengan mesin penggiling. Sambil
menggendong anak, saya menunggu di tempat penjual es tebu karena tidak jauh
dari istri saya yang sedang belanja.
Saat itu saya duduk di tempat
penjual es tebu, anak saya pun rewel, mungkin karena lapar dan haus. Biasa nya
saya bawa botol air minum untuk anak karena nanti takut ia haus dan ingin
minum. Namun kali ini saya lupa membawa botol air minum. Dan saat itu juga saya
gendong anak dan mencari air mineral atau teh es kebetulan saya juga merasa
haus hehehe.
Sambil mencari air mineral, saya
melihat dari jauh ada seorang pedagang ibu-ibu paru baya, mungkin usia beliau
sekitar 40 -an dan saya mengahampiri beliau, saya lihat ibu ini menjual makanan
has orang kampar yaitu lepat bugi, kue apam , kue lemping, lemang, ketan, pergedel jagung dan kue-kue yang berbahan dasar ubi. Karena hari semakin
sore para pedagang akan pulang dan berkemas menyimpan barang dagangannya yang
mungkin tersisa dan juga yang sudah habis laku terjual. Namun ibu ini masih tetap
menjajakan dagangannya. Dan saya melihat, kue yang di jual ibu ini masih banyak
yang tersisa. Saya bertanya dengan ibu tersebut dengan logat bahasa daerah “
Asal amak dai mano (asal ibu dari mana)?
ibu itu menjawab : “ Amak dai ayu tiris (ibu dari air tiris). Saya kembali
melanjutkan, : Bapo ciek ogo kue ko mak (berapa harganya satu bu ? ibu penjual
kue : “ saibu ciek (Rp 1000 satu) , ambiok lah 7 kue dek ang Rp 5000 (ambil lah
oleh kamu 7 kue dengan harga Rp 5000). Lalu saya membeli dan mengatakan : den
ambiok 10 kue. piti den Rp 100.000, ambiok dek amak 25 rb. Baliok kan kek den
Rp.75.000. (saya ambil 10 kue, uang saya tukar 100.000 ambil sama ibu 25.000
kembalikan 75.000).
Begitulah pembiacaraan singkat saya
saat membeli kue dengan ibu tersebut. Dari percakapan itu saya teringat dengan orang
tua saya, karena orang tua saya seorang petani karet. Saat musim hujan tiba
karet tidak bisa di deres (di potong untuk mengambil getahnya) untuk sampingan,
orang tua saya mencari ikan ke sungai dan menjual ikan dengan menjajakannya ke
perumahan yang ada di tempat tinggal. hal itu
dilakukan untuk menambah pendapatan agar saya dan adik-adik bisa sekolah
, karena saya ada ber 4 saudara. dan kami 2 orang yang kuliah dan dua orang
lagi masih sekolah dasar dan menengah. Tentunya memerlukan biaya yang banyak
dan orang tua saya bekerja keras agar kami tetap mengeyam pendidikan . orang
tua saya mengatakan “kalian harus jadi orang sukses nak , dan jangan jadi
seperti kami yang petani karet dan menjual ikan ini”. Dan saya pernah
teringat nasehat yang diberikan ibu kepada saya “ Dulu waktu ibu menjual ikan saat ada orang menawar harganya,
ibu lebihkan ikan nya di luar harga yang mereka tawar. Dan ketika ada orang
yang ingin beli ikan dan uang nya tidak cukup, ibu berikan ikannya tanpa
meminta tambahan harganya. dan kalau ikan ibu tidak laku atau masih tersisa,
ibu berikan kepada orang-orang yang kurang mampu, mungkin mereka tidak punya
makanan siang untuk dimasak. Dan ketika kamu nak, melihat orang berjualan dan
jualannya tidak laku atau tidak habis, jangan engkau tawar nak kalau bisa
engkau beli dan lebihkan uangnya, karena itu adalah sedekah , walaupun sedikit
uang yang engkau lebihkan, namun sangat berarti bagi mereka”. Masya Allah nasehat yang sangat luarbiasa yang
diberikan ibu kepada saya.
Dari nasehat tersebut mungkin hanya
sedikit yang bisa melakukannya baik itu bagi pedagang maupun para pembeli.
Terkadang ada pedagang yag suka mengurangi timbangan atau curang dalam
menimbang. Dan ketika membeli, sorang pembeli menawar harga di luar batas. Terkadang kita tidak mau melihat dan berfikir keadaan
di sekitar , saat kita membeli kebutuhan sehari-hari di pasar tradisional.
Karena mereka para pedagang menggantungkan rezki mereka dengan berdagang
tersebut, kadang laku habis terjual dan terkadang masih tersisa bahkan tidak
laku sama sekali. Dan saya teringat firman Allah SWT :
وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ الَّذِينَ
إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ
وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang
curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain
mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang
lain, mereka mengurangi”.(Q.S Al Mutaffifin : [83] 1-3)


