Selasa, 16 November 2021

Pelajaran Dari Seorang Penjual Kue

Pelajaran Dari Seorang Penjual Kue  

“Pelajaran Dari Seorang Penjual Kue”

Oleh: Eri Rizaldi

“Orang-orang yang menginfaqkan (hartanya), baik pada waktu lapang maupun sempit, serta orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan pada orang lain”. Allah menyukai orang orang yang berbuat kebajikan.Q.S Ali Imran : [2] 134)

                Seperti biasanya rabu pagi adalah hari pasar tradisional yang ada di kecamatan tambang atau di kenal dengan pasar danau. Sepertihalnya pasar tradisional, begitu banyak para pedagang yang menjual berbagai macam kebutuhan yang dibutuhkan oleh masyarakat sekitar maupun masyarakat di luar kecamatan tambang danau bingkuang. Para pedagang tersebut ada yang menjual ikan, sayur mayur, bawang, cabe, sembako dan juga pakaian yang dipakai sehari-hari. Para pedagang tersebut ada yang berasal dari desa setempat dan juga dari daerah di luar kecamatan tambang seperti kampar, air tiris, rumbio dan bangkinang.

                Saat berangkat ke sekolah untuk mengajar,  saya selalu lewat di pasar danau tersebut, kebetulan rumah saya tidak jauh dari pasar. Untuk belanja ke pasar, istri saya tidak pergi di waktu pagi, biasanya kalau belanja kepasar waktu yang paling pas itu ya, di pagi hari kira-kira sekitar jam 08.00 pagi. Karena di pagi hari barang dagangan yang di jual oleh pedagang masih segar-segar seperti ikan dan sayur-mayur. Istri saya tidak pergi ke pasar pada pagi hari karena tidak ada yang menjaga anak.  saya baru 2 tahun lebih menikah dan  dikaruniai 1 orang anak laki-laki yang masih kecil berumur 2 tahun, maklum anak pada usia ini masih rewel-rewelnya dan tidak bisa di tinggal apalagi pergi kepasar. Karena istri saya kepasar bisa menghabiskan waktu sampai 2 jam lebih, maklum ibu-ibu kalau sudah belanja menawar barang –barang yang ingin di beli sangat luar biasa, menawar harga di luar batas dan terkadang membuat penjual menjadi kesal. Ketika pedagang menuruti harga,  ibu-ibu juga sering tidak jadi membeli dagangan nya dan pindah ke pedagang sebelah. Begitulah kira-kira transaksi jual beli di pasar tradisional yang pernah saya lihat.

 Jadi ketika istri saya ingin kepasar, terpaksa menunggu ketika saya pulang dari mengajar. saya pun juga ikut menemani istri dan membawa anak untuk membeli kebutuhan sehari-hari di pasar tradisional tersebut.

Ketika saya pulang, saya pun lansung pergi kepasar menemani anak dan istri, walaupun terkadang saya tidak sempat ganti baju karena saya masih memakai seragam guru , takut nanti pasar akan tutup karena saya pulang dari sekolah sekitar jam 15.50 dan pergi kepasar pukul 16.20 .

Sampai di pasar, istri saya lansung membeli kebutuhan yang di perlukan , dan biasanya istri saya ini membeli cabe ke pedagang dan sekaligus menghaluskan cabe dengan mesin penggiling. Sambil menggendong anak, saya menunggu di tempat penjual es tebu karena tidak jauh dari istri saya yang sedang belanja.

Saat itu saya duduk di tempat penjual es tebu, anak saya pun rewel, mungkin karena lapar dan haus. Biasa nya saya bawa botol air minum untuk anak karena nanti takut ia haus dan ingin minum. Namun kali ini saya lupa membawa botol air minum. Dan saat itu juga saya gendong anak dan mencari air mineral atau teh es kebetulan saya juga merasa haus hehehe.

Sambil mencari air mineral, saya melihat dari jauh ada seorang pedagang ibu-ibu paru baya, mungkin usia beliau sekitar 40 -an dan saya mengahampiri beliau, saya lihat ibu ini menjual makanan has orang kampar yaitu lepat bugi, kue apam , kue lemping, lemang,  ketan, pergedel jagung dan kue-kue  yang berbahan dasar ubi. Karena hari semakin sore para pedagang akan pulang dan berkemas menyimpan barang dagangannya yang mungkin tersisa dan juga yang sudah habis laku terjual. Namun ibu ini masih tetap menjajakan dagangannya. Dan saya melihat, kue yang di jual ibu ini masih banyak yang tersisa. Saya bertanya dengan ibu tersebut dengan logat bahasa daerah “ Asal  amak dai mano (asal ibu dari mana)? ibu itu menjawab : “ Amak dai ayu tiris (ibu dari air tiris). Saya kembali melanjutkan, : Bapo ciek ogo kue ko mak (berapa harganya satu bu ? ibu penjual kue : “ saibu ciek (Rp 1000 satu) , ambiok lah 7 kue dek ang Rp 5000 (ambil lah oleh kamu 7 kue dengan harga Rp 5000). Lalu saya membeli dan mengatakan : den ambiok 10 kue. piti den Rp 100.000, ambiok dek amak 25 rb. Baliok kan kek den Rp.75.000. (saya ambil 10 kue, uang saya tukar 100.000 ambil sama ibu 25.000 kembalikan 75.000).

Begitulah pembiacaraan singkat saya saat membeli kue dengan ibu tersebut. Dari percakapan itu saya teringat dengan orang tua saya, karena orang tua saya seorang petani karet. Saat musim hujan tiba karet tidak bisa di deres (di potong untuk mengambil getahnya) untuk sampingan, orang tua saya mencari ikan ke sungai dan menjual ikan dengan menjajakannya ke perumahan yang ada di tempat tinggal. hal itu  dilakukan untuk menambah pendapatan agar saya dan adik-adik bisa sekolah , karena saya ada ber 4 saudara. dan kami 2 orang yang kuliah dan dua orang lagi masih sekolah dasar dan menengah. Tentunya memerlukan biaya yang banyak dan orang tua saya bekerja keras agar kami tetap mengeyam pendidikan . orang tua saya mengatakan “kalian harus jadi orang sukses nak , dan jangan jadi seperti kami yang petani karet dan menjual ikan ini”. Dan saya pernah teringat nasehat yang diberikan ibu kepada saya  Dulu waktu ibu  menjual ikan saat ada orang menawar harganya, ibu lebihkan ikan nya di luar harga yang mereka tawar. Dan ketika ada orang yang ingin beli ikan dan uang nya tidak cukup, ibu berikan ikannya tanpa meminta tambahan harganya. dan kalau ikan ibu tidak laku atau masih tersisa, ibu berikan kepada orang-orang yang kurang mampu, mungkin mereka tidak punya makanan siang untuk dimasak. Dan ketika kamu nak, melihat orang berjualan dan jualannya tidak laku atau tidak habis, jangan engkau tawar nak kalau bisa engkau beli dan lebihkan uangnya, karena itu adalah sedekah , walaupun sedikit uang yang engkau lebihkan, namun sangat berarti bagi mereka”.  Masya Allah nasehat yang sangat luarbiasa yang diberikan ibu kepada saya.

Dari nasehat tersebut mungkin hanya sedikit yang bisa melakukannya baik itu bagi pedagang maupun para pembeli. Terkadang ada pedagang yag suka mengurangi timbangan atau curang dalam menimbang. Dan ketika membeli, sorang pembeli menawar harga di luar batas.  Terkadang kita tidak mau melihat dan berfikir keadaan di sekitar , saat kita membeli kebutuhan sehari-hari di pasar tradisional. Karena mereka para pedagang menggantungkan rezki mereka dengan berdagang tersebut, kadang laku habis terjual dan terkadang masih tersisa bahkan tidak laku sama sekali. Dan saya teringat firman Allah SWT :

وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ 

Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi”.(Q.S Al Mutaffifin : [83] 1-3)

               

 



Selasa, 09 November 2021

Orang Tua Kita, Idolah Kita


 

“Orang Tua Kita, Idolah Kita”

 

                Seorang anak kecil tiba-tiba datang menghampiri bapak gurunya. Ia bertanya pada gurunya : “Pak, saya sekarang ini membawa seekor anak ayam, yang saya taruh dibelakang punggung saya. Tahukah bapak, apakah anak ayam yang saya pegang ini, hidup atau mati ?”.

                Demikian sebuah pertanyaan yang tiba-tiba diajukan oleh seorang anak kecil yang ditujukan kepada gurunya. Bapak guru senior itu terdiam sejenak dengan pertanyaan yang tiba-tiba tersebut. Apa maksud muridnya, sehingga begitu datang ia bertanya akan sesuatu yang aneh tersebut ?

                Guru tersebut berfikir, apakah muridnya itu sekedar bertanya, ataukah ada sesuatu yang melatarbelakanginya? Namun setelah berdiam beberapa saat, sang guru menjawab dengan jawaban yang cukup bijak.

                Guru: “ Nak apa maksud pertanyaanmu ? Wah, begitu cerdasnya engkau nak ! kalau aku jawab anak ayam itu hidup, pastilah engkau akan membunuhnya dengan genggamanmu yang kuat itu. Tetapi apabila aku jawab bahwa anak ayam itu mati, tentulah akan engkau biarkan hidup anak ayam itu”.

                Murid: “ maaf guru, jadi apa yang saya tanyakan ini tidak ada jawabannya?”          

                Guru: “ oh, tentu ada jawabannya anakku ! sebenarnya apa yang kamu tanyakan itu, adalah sebuah nasehat untuk dirimu sendiri. Ketahuilah bahwa hidup dan matimu dalam berkarir, sukses dan gagalmu dalam meniti kehidupan ini sepenuhnya ada di tanganmu. Engkaulah menghendakinya.

إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ

Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.                (Q.S Ar Ra’d : [13] 11)

 

                Itulah sekedar dialog “kebetulan” dari seorang murid dan seorang guru yang bijaksana. Saya mendengar cerita ini                 ketika mengikuti sebuah pelatihan sekitar tahun 1980an.

                Sebuah gambaran betapa seorang tua haruslah selalu bijaksana dalam berdialog dengan anak-anaknya. Zaman sekarang ini, rupanya telah memberikan dampak yang cukup positif bagi intelektual anak-anak kita.

                Saya masih teringat ketika masih kecil, pertanyaan yang kita ajukan kepada orangtua kita, sungguh sangat biasa. Tidak ada muatan intelektualnya. Tidak ada nilai kritisnya. Tetapi sekarang ini para orangtua akan menghadapi anak-anaknya yang sangat kritis dalam bertanya maupun menjawab persoalan.

                Karenanya, sebagai orangtua kita harus memiliki nilai lebih. Baik dalam hal kesabaran, kearifan maupun ketawadhu’an. Agar dihadapan anak-anaknya orangtua akan tetap mempunyai kewibawaan. Baik kewibawaan akhlak atau budi pekerti maupun kewibawaan dalam hal menjalankan perintah-perintah agama yang akan di anut oleh anak-anaknya.

                Sehingga orangtua akan menjadi primadona atau menjadi idola bagi sang anak. Dan insya Allah anak-anak pun akan selalu menghargai jerih payah orangtuanya sampai kapanpun.

                Beberapa tahun yang lalu, ketika saya naik bus ke surabaya, disebelah saya duduk seorang ibu yang sudah berumur enam puluh tahun. Badannya masih tampak sehat. Raut mukanya selalu berseri. Sehingga beliau kelihatan lebih muda dibanding usianya.

                Setelah agak lama kami duduk bersebelahan, rasanya tidak enak juga kalau tidak saling bertegur sapa. Akhirnya setelah berbasa basi, kami terlibat dalam perbincangan  yang menarik. Sebagai seorang tua beliau banyak bercerita tentang kehidupannya yang cukup sukses dalam mendidik anak-anaknya.

                Saya menjadi semakin tertarik, apalagi waktu itu anak saya baru berumur satu tahun. Sehingga cerita dan pengalaman tentang mendidik anak, sungguh akan sangat mengesankan.

 

                Dari perbincangan sana sini itu ada beberapa point yang benar-benar merasuk dalam hati saya, sehingga selalu saya ingat untuk seterunya.

 

                Kata beliau : “ Seorang anak itu, setinggi apapun ilmunya, apakah sudah lulus S1, ataukah S2, atau bahkan sudah S3 ,ia tetap kalah dengan orang tua yang telah mendidiknya sejak kecil”.

                 Lanjut beliau : “ Jika seorang anak mengantongi ijazah S1 ,maka sebenarnya orang tuanya telah mengantongi ijazah S2. Kalau sang anak sudah S2, orang tuanya minimal sudah pada tingkatan S3. Demikian pula jika sang anak bisa selesai program S3 nya, sebenarnya orang tuanya telah mencapai ‘Guru Besar’ saya cukup terkesima dengan pendapatnya yang sangat brilian itu.

                Sungguh sangat masuk di akal. Tetapi memang agak aneh juga pendapat itu. Katanya seterusnya, orang tua selalu lebih pintar, dan lebih tinggi ilmunya daripada anaknya. Kalau ada orang tua yang berhasil menyekolahkan anaknya, maka sebenarnya itulah ‘ijazah dari kepintarannya”.

                Saya bertambah tertarik dengan ungkapan-ungkapannya           yang sangat dalam. Saya pun trenyuh dengan ucapannya. Sebab saya sendiri menjadi mengenang masa lalu saya ketika masih ditunggui oleh ayah ibunda. Begitulah masing-masing diri kita.

                Kita semua mungkin menyadari, bahwa ketika selesai menjadi sarjana, baik strata satu, maupun strata dua, atau bahkan pada jenjang strata tiga, kiranya ketinggalan ilmu yang kita dapatkan ternyata, ‘biasa-biasa’ saja. Tidak akan melebihi ilmunya orang tua kita.

                Mengapa? Sebab para orang tua kita begitu hebat usahanya. Mereka berupaya tak kenal lelah sepanjang umur kita. Jika kita berumur 10 tahun selama itu pula orang tua kita berdoa dan berusaha demi kita. Jika kita berumur 40 tahun pun beliau tak henti-hentinya tetap berdo’a dan berusaha demi keberhasilan anak-anak tercintanya.

                Usaha   yang dilakukan orangtua untuk membuat kita sukses, sungguh di luar dugaan. Kita sebagai anak saat itu hanya menjalani hidup dengan mengalir begitu saja. Padahal untuk itu, semua orangtua kita mengorbankan apa yang bisa dilakukannya.

                Mungking berhutang, mungkin menggadaikan barang, atau mungkin akan menjual barang meskipun terhadap barang yang dicintainya sekalipun.

                Dan yang lebih hebat, usahanya adalah usaha do’a yang tak kenal waktu. Kapan saja ada waktu disitulah orangtua kita berdo’a untuk kita, bahkan juga untuk anak-anak kita.

                Perjuangan tak kenal waktu itulah mungkin yang dikatakan oleh ibu di dalam bus tadi sebagai usaha yang prestasinya lebih tinggi dari gelar akademik apapun.

                Lalu Sebagai anak. Apa yang bisa kita berikan kepada orangtua kita itu? Merekalah guru-guru kita yang luarbiasa hebatnya. Yang luarbiasa cintanya. Yang luarbiasa kepeduliannya. Dan yang luarbiasa bijaknya.

                Sekarang ini, kalaulah kita sudah menjadi orang tua yang memiliki keluarga dan anak, ingatlah bahwa diri kita juga masih tetap sebagai seorang anak, yang tetap akan didoa’kan oleh orangtua kita. Mungkin hari ini mereka sudah tua atau sedang menunggu kita di alam keabadian sana. Dialah idola kita yang sesungguhnya.

                Kalau kita menginginkan anak-anak kita kelak akan menjadikan diri kita sebagai idolanya, mari kita berbuat sebagai anak yang shalih, yang selalu berdo’a untuk kedua orangtua kita...!

وَوَصَّيْنَا الإنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلاثُونَ شَهْرًا حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunyamengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri".(Q.S Al Ahqaf [46] : 15 ).

 

 

 

 

 

Sumber : 24 Jam Bersama Allah

 Oleh HM  Taufik Djafri                                                                                                              

Minggu, 07 November 2021

Kemurahan Yang Terlupakan


 

“Kemurahan Yang Terlupakan”

                Suatu ketika saya ngobrol dengan seorang teman di tempat kerja. Rupanya ia kehausan, dan kemudian mengambil segelas air putih yang memang tersedia di ruangan tersebut. Seteguk demi seteguk di nikmati air putih itu. Dan kemudian ia bergumam spontan :“ Aah, nikmat sekali minum air putih , selagi haus”

                Mendengar gumaman itu saya jadi merasa aneh sendiri. Ada sesuatu yang janggal dengan ungkapannya. Ia merasakan nikmat meminum air putih, ketika sedang kehausan. Spontan saya bertanya : “Loh, seandainya sedang tidak haus, apakah air putih itu menjadi tidak nikmat ? Teman saya juga menjawab spontan : “ wah, tentu saja tidak senikmat ini !”

                Ia menjawab dengan penuh yakin. Saya tambah kepikiran dan merenung. Kalau tidak haus, air putih itu rasanya tidak nikmat ! Kalau lagi haus, maka air putih yang sama itu, rasanya menjadi nikmat !

Wah menarik juga pernyataan teman saya itu !

                Kalau pernyataan teman saya tersebut dapat dibenarkan oleh pendapat umum, maka ada sesuatu yang sangat menarik, yang tidak pernah diperhatikan sebelumnya, yaitu : bahwa, yang menjadi sebab nikmatnya air, ternyata BUKAN RASA AIR itu sendiri, tetapi adalah RASA HAUS ! Jadi terasa aneh. Dan luar biasa!

                Berarti, rasa haus itu lebih mendasar dari rasa air. Karena itu yang harus kita cari bukanlah rasa air itu, melainkan rasa haus. Bukankah dengan rasa haus itu kita jadi bisa merasakan nikmatnya segelas air putih ? Saya jadi terkejut sendiri. Berarti yang namanya rasa haus itulah sebenarnya yang menjadi penentu nikmat tidaknya seseorang minum air. Maka, “rasa haus” sebenarnya adalah karunia Allah yang sangat besar kepada kita.

Jika hal ini kita teruskan, maka kita akan menemukan sesuatu yang lebih aneh dan luar biasa. Jika lapar adalah yang menyebabkan seseorang menjadi nikmat makan, berarti lapar adalah juga karunia dan kemurahan dari Allah SWT.

                Jika sakit adalah yang menyebabkan seseorang dapat menikmati masa sehatnya, maka sakit juga merupakan karunia dan kemurahan Allah SWT. Sungguh bertambah aneh, pernyataan itu ! Rasa haus, rasa lapar, rasa sakit, ternyata adalah kemurahan Allah SWT kepada hamba-hambaNya.

                Akan tetapi, mampukah kita melihat dan memikirkannya ? mampukah ketika merasa haus, kita berucap syukur alhamdulillah ? karena, bukankah itu adalah kemurahan dari Allah yang sangat mahal ?

                Bisakah ketika lapar, kita juga tersenyum seraya berbisik dengan kalimat alhamdulillah ? sebab, kita juga tahu bahwa lapar adalah kemurahan Allah ?

                Dan ketika sakit, mampukah kita dengan tulus ikhlas juga melantunkan kalimat indah alhamdulillah?

                Subhanallah. Kita sehat bertemu dengan Allah, kita sakitpun bertemu dengan Allah. Kita kenyang bertemu dengan Allah, kita laparpun bertemu dengan Allah. Sungguh, setiap saat kita akan bertemu dengan kasih sayang Allah SWT.

وَلِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke mana pun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (Q.S Al Baqarah :[1] 115)

 

Sumber : 24 Jam Bersama Allah

 Oleh HM  Taufik Djafri

Senin, 01 November 2021

Bertafakur Di Depan Anak Didik



Bertafakur Di Depan Anak Didik

Oleh : Eri Rizaldi

“Yang Paling hebat bagi seorang guru adalah mendidik. dan rekreasi yang paling indah adalah mengajar. Ketika melihat murid-murid yang menjengkelkan dan melelahkan, terkadang hati teruji kesabarannya. Namun hadirkanlah gambaran bahwa di antara satu dari mereka kelak akan menarik tangan kita menuju surga”. (K.H Maimun Zubair)

 

Sebelum penulis menjadi pendidik di SMP Al Izhar School, penulis pernah mengajar di SD IT Babul huda Pasir Putih dan PDTA Amal Ikhlas Karya Indah. Untuk pengalaman mengajar di SD IT Babul Huda sudah 1 tahun dan untuk PDTA  2 tahun, Namun penulis memutuskan untuk melaksanakan sunnah Nabi Muhammad yaitu menikah dan ingin dekat dengan orangtua dan lebih ingin berbakti lagi dengan membantu mereka, dan resign dari tempat mengajar. Karena jarak dari tempat mengajar dari rumah cukup jauh, menempuh waktu 1 jam 30 menit. Ketika sudah menikah penulis sempat menganggur dan melamar ke sekolah-sekolah yang dekat dari rumah. Begitu banyak yang melamar, ingin mencari pekerjaan yang lain selain mengajar, namun penulis berfikir mengajar bukan hanya sebuah pekerjaan tapi adalah sebuah profesi yang dilaksanakan dengan panggilan hati. Mengajar sekaligus mendidik adalah sebuah profesi yang mulia dan menjadi ladang amal kebaikan.

Berusaha memasukkan lamaran ke sekolah-sekolah yang terdekat di kota pekanbaru, dan qadarullah diterimalah penulis di Al Izhar School ini. Penulis merasa ada yang kurang dalam diri ini yakni pengalaman mengajar dan mendidik yang masih minim, ilmu yang masih kurang. Karena mengajar dan mendidik di SMP dan SD tidaklah sama, karena anak didik memiliki kepribadian yang berbeda dan metode harus sesuai dengan karakter anak didik. Terlebih lagi dalam mengajar Pendidikan Agama Islam perlu dengan metode yang tepat dan bervariasi agar pembelajaran menarik, sehingga anak didik bukan hanya sekedar paham melainkan berkesan di dalam hati mereka. Urgensi  dari pembelajaran agama Islam itu sendiri adalah adanya kesan dan implementasi dalam kehidupan sehari-hari. Karena agama islam ini bukan hanya sekedar pelajaran yang dipelajari di sekolah melainkan ilmu yang mesti di pelajari dan diterapkan dimanapun, kapanpun dalam segala aspek kehidupan manusia.

Penulis di amanahkan mengajar dan mendidik kelas 8 dan kelas 9, merupakan tantangan yang sangat luarbiasa, karena menurut hemat penulis pada usia ini masa dimana anak didik sudah aqil baligh atau masa pubertas awal.  Begitu banyak permasalahan dalam usia ini, penulis ingin meningkatkan kemampuan diri dengan mempelajari buku terkait perkembangan peserta didik dan juga mempelajari lingkungan yang ada di sekitar baik itu dengan rekan majlis guru, anak didik, staf yayasan, security dan cleaning service yang dalam lingkup yayasan Daar En Niswah. Karena setiap yang ada di lingkungan sekolah adalah bagian unsur yang menunjang pendidikan. oleh karena itu harus di pelajari bagi seorang pendidik.

Hari pertama masuk di kelas, kegiatan yang dilaksanakan adalah  perkenalan dengan anak didik. Ketika  penulis memperkenalkan diri. Penulis memberikan pertanyaan motivasi. pertanyaannya yaitu, siapa ilmuan yang hebat dalam ilmu kedokteran dan ilmu agama ? dan siapa ilmuan yang hebat dalam bidang sosial dan ilmu agama ? ada salah seorang anak didik menjawab:” ilmuan itu adalah Ibnu Sina dan Ibnu Khaldun”. Penulis memberikan penguatan (reinforcement) verbal berupa “ bagus jawabanya benar”  kepada anak didik yang menjawabnya agar mereka semangat dan lebih termotivasi lagi. Menurut hemat penulis pujian adalah sebuah kekuatan yang bisa mendorong siswa semangat dalam melaksanakan pembelajaran di kelas, karena memberikan pujian adalah salah satu keterampilan pendidik dalam proses pembelajaran apakah pujian itu berupa verbal berupa kata-kata positif dari pendidik apabila siswa bisa menjawab pertanyaan dan pujian non verbal berupa gestur, gerak isyarat. Penulis menjelaskan itulah nama-nama ilmuan yang digunakan untuk nama kelas-kelas ananda. Kita harus mencintai dan mempelajari  ilmu pengetahuan umum maupun agama seperti Ibnu sina dan Ibnu Khaldun. Karena ilmu pengetahuan umum dan agama itu penting. Kalau paham ilmu agama namun tidak mengetahui ilmu pengetahuan umum ustadz takut ananda ketinggalan zaman, kalau ananda hanya paham ilmu pengetahuan umum dan tidak mengetahui ilmu agama, ustadz takut ananda akan menjadi orang yang ateis (orang yang tidak bertuhan) dan orang yang sekuler (memisahkan kehidupan dengan agama) agama hanya dipelajari di sekolah namun tidak ananda terapkan dalam kehidupan sehari-hari Itulah kurikulum yang berintegrasi perpaduan ilmu umum dan ilmu agama.

Ungkapan ini sering kita dengar “Barangsiapa yang menginginkan (kebahagiaan) dunia, maka hendaknya dengan ilmu. Dan barang siapa yang menginginkan (kebahagiaan) akhirat hendaklah dengan ilmu. Dan barangsiapa yang menginginkan (kebahagiaan) keduanya maka hendaknya dengan ilmu” (Manaqib Assyafi’i 2/139)  Ketika ananda mempelajari mata pelajaran biologi ananda seharusnya bisa berfikir dan mencari di Al-Qur’an bagaimana proses terjadinya manusia Q.S. Al-Mu’minum : 12-14 [23] dan mata pelajaran lainnya.

Saat sudah mulai pembelajaran efektif di sekolah, penulis masuk di kelas 9 Hasan Al Banna. penulis kembali memberikan motivasi kepada anak didik agar selalu semangat dalam belajar karena sesuai dengan bab 1 ananda tentang optimis, ikhtiar dan tawakal. Setelah ananda belajar materi ini ananda harus menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Namun ada juga anak didik yang masih kurang semangat dan kurang fokus dalam pembelajaran, dan hal tersebutlah tantangan bagi penulis untuk menyampaikan materi dengan metode yang bervariasi.

Dan pernah ketika mengajar di kelas, materi tentang beriman pada hari akhir, ada salah seorang anak didik yang menangis. Penulis menayangkan power point ilustrasi kiamat besar dengan menggunakan metode amtsal. anak didik tersebut menangis dan ia mengatakan : “ustadz saya tidak ingin hari akhir atau kiamat datangnya cepat, amal saya belum banyak”.  Penulis melihat anak didik tersebut ada rasa cemas, namun di situlah peran penulis. Menjelaskan dan memotivasinya, insya Allah kita semua masuk surga Allah dan dimatikan sebelum datangnya hari kiamat. karena hari kiamat hanya Allah yang tau dan selalu lah berbuat baik dimanapun. Jikalau ananda tidak menemukan ustadz di surga tolong cari ustadz. Karena ananda yang shaleh shaleha bisa memberikan syafaat ketika di akhirat. Apalagi kita mempelajari pelajaran agama pada hari ini. dan ini sebagai ladang kebaikan bagi kita. Kita tidak tau amal apa yang memasukkan diri kita ke surga nya Allah. Dan ananda belajar materi hari ini tentang kiamat, dan kita semuanya takut. Itu tandanya Ananda masih beriman dan takut kepada Allah sehingga materi hari ini memberikan kesadaran kepada kita agar  menyiapkan amal kebaikan yang lebih banyak. Anak didik tersebut tersenyum lebar dan kembali semangat dalam pembelajaran agama islam untuk seterusnya.

Sekarang sudah hampir tahun ke 3 penulis mengajar dan mendidik di SMP Al Izhar School ini dan begitu banyak pengalaman yang luarbiasa yang penulis alami ketika mengajar yang tidak dapat di tuliskan dalam tulisan ini. Terakhir di bulan oktober tahun 2021, penulis pernah menyampaikan materi yang sangat penting dipelajari oleh anak didik ketika beranjak baligh, dan materi ini penulis jelaskan pada kelas 9. Materi tersebut adalah “ Mandi Janabah” atau mandi wajib  dan ternyata ananda kelas 9 tersebut masih banyak yang belum tau tentang rukun mandi dan sebab-sebab mandi janabah. Padahal syarat diterima nya ibadah dan sahnya adalah ketika kita membersihkan hadats kecil dan hadats besar.  Menurut hemat penulis penyampaian materi ini bukan hanya tugas seorang guru Pendidikan Agama Islam Saja melainkan kewajiban kita bagi semua pendidik dan ilmu ini akan mereka gunakan sampai mereka dewasa dan sudah berkeluarga, dan tentunya menjadi amal yang mengalir bagi kita semua di akhir hayat kelak.

 Wallahu a’lam bish shawabi