Senin, 21 Februari 2022

Kebahagiaan Seorang Guru

Kebahagiaan seorang Guru 


“Kebahagiaan Seorang Guru”

Oleh : Eri Rizaldi

 

Ketika manusia dilahirkan ke dunia, tidak sedikitpun pengetahuan atau kecakapan yang ia bawa karena manusia makhluk yang lemah, ia butuh bantuan orang lain untuk perkembangan dirinya. Orang yang pertama kali memberikan pendidikan kepada kita yaitu adalah seorang ayah, apa pelajaran yang pertama dari seorang  ayah yaitu sebuah kalimat tauhid, anak laki laki di adzankan dan perempuan di iqomahkan. karena organ yang paling pertama kali berfungsi bagi seorang bayi adalah pendengaran, maka ketika manusia tidak memiliki pengetahuan sedikitpun melainkan pengetahuan itu di berikan atau di ajarkan oleh kedua orang tuanya.

وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأبْصَارَ وَالأفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (Q.S. 16 : 78)

Manusia merupakan makhluk lemah, ketika di lahirkan perlu bantuan dari seorang ibu untuk berjalan , kita bandingkan dengan seekor anak ayam yang ketika menetas ia lansung bisa berjalan tanpa bantuan dari induk nya. walaupun demikian manusia memiliki fitrah (potensi) yang bisa dikembangkan karena manusia memiliki akal fikiran, Allah berikan akal kepada manusia agar manusia senantiasa memikirkan dan melihat kekuasan- Nya agar manusia mengambil pelajaran dari kekuasaan Allah di bumi ini. dan manusia merupakan makhluk yang Allah ciptakan dalam bentuk yang sempurna, makhluk yang unik, menarik.

 لَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (Q.S. At-Tiin 95 : 4)

Manusia secara bahasa disebut juga insan yang dalam bahasa arabnya, yang berasal dari kata nasiya yang berarti lupa dan jika dilihat dari kata dasar al-uns yang berarti jinak. Kata insan dipakai untuk menyebut manusia, karena manusia memiliki sifat lupa dan jinak artinya manusia selalu menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru disekitarnya. 

seorang guru dalam melaksanakan tugas di sekolah, maka interaksi itu sangat penting baik antara sesama guru maupun guru dengan siswa sehingga kegiatan di sekolah menjadi lancar, karena tugas utama guru itu selain mengajar tetapi mendidik anak-anak disekolah. Apabila seorang guru baru mengajar di sekolah atau guru baru, maka penyesuaian ini sangat penting, karena menurut hemat penulis kebahagiaan guru itu bukan hanya menerima salari dari sekolah setelah ia mengajar, melainkan kebahagian guru itu ia bisa berkomunikasi baik dengan lingkungan yang ada disekolah maupun ketika siswa paham tentang materi yang diajarkan oleh guru tersebut, karena manusia lahir tidak ada satupun pengetahuan yang ia punya bahkan untuk berjalan ia pun butuh bantuan orang lain, termasuk siswa.

Dan tantangan pada era digital saat ini dimana anak-anak zaman sekarang mulai mengenal teknologi sehingga apa yang ia akses begitu banyak ragamnya, kita tidak tau bagaimana anak itu dirumah apakah ia dikontrol oleh orang tuanya dengan baik atau tidak , maka tugas mulia juga bagi seorang guru khusus nya guru agama menjelaskan bagaimana menyikapi teknologi. karena hal tersebut merupakan persoalan yang pasti akan dijumpai oleh seorang guru, bukan hanya teknologi maupun terkait akibat dari teknologi terkait perilaku siswa disekolah

Lantas ada pertanyaan menggelitik di tengah kemelut persoalan yang kerap mendera para guru, apa dan di mana rahasia kebahagiaan guru tersembunyi? Apakah sumber kebahagiaan guru berasal dari meruyaknya harta dan tingginya pangkat serta jabatan?

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الأمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ

 Dan bermusyawarahlah kamu dengan mereka dalam segala urusan. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya, Allah mencintai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.(QS.Ali-Imran 2: 159).

Guru yang bertawakal adalah guru yang berbahagia. Buya Hamka pernah menyatakan jika seorang Mukmin telah bertawakal atau berserah diri sepenuhnya kepada Allah SWT maka terlimpahlah ke dalam dirinya sifat terhormat dan mulia yang ada pada-Nya.

Selain itu, orang bertawakal akan dilimpahi pengetahuan dan ilham dari Allah SWT yang mengantarkannya kepada meraih kebahagiaan dalam hidup.

Ada tiga simpul nilai tawakal yang harus diamalkan dan dimaknai guru dalam kehidupan pribadi dan profesionalnya. Pertama, simpul nilai yang disebut azam. Azam mengandung makna kebulatan tekad yang diterapkan di dalam rencana dan ikhtiar yang sungguh-sungguh.

Contoh, ketika guru hendak mengajar maka guru harus menyiapkan rencana program pengajaran dan pembelajaran yang detail dan sistematis.
Setelah rencana program dirancang dengan sangat baik, guru bersungguh-sungguh melaksanakan dan memikul tanggung jawab sebagai pengajar seraya bertawakal kepada Allah SWT. Azam merupakan bagian tak terpisahkan dari sikap tawakal. Bahkan, tawakal menjadi cacat atau bisa gugur tanpa adanya azam.

Kedua, simpul nilai yang disebut ujian. Ujian atau cobaan adalah sebuah keniscayaan dalam hidup. Sebab, pengakuan keimanan seorang guru belum dipandang cukup sebelum para guru akan mendapatkan ujian hidup.

أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَوَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta (QS al-Ankabut: 2-3).

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

Apakah bentuk ujian itu? Allah SWT berfirman: “Kami akan menguji (iman) kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (iman) yang sebenar-benarnya.(QS al-Anbiya 21: 35).

Guru bisa diuji dengan kebaikan seperti sehat lahir batin, banyak rezeki, lulus sertifikasi, punya jabatan, murid-muridnya pandai dan saleh, dan hal-hal baik lainnya.Tak jarang pula ujian keburukan pun menimpa guru, seperti sakit, kurang rezeki, murid-muridnya nakal, jadi kambing hitam kegagalan sistem kebijakan pendidikan, dan hal-hal buruk lainnya. Tawakal adalah dasar dari keimanan dan semua amal.

Demikian juga iman dan amal tak dapat ditegakkan kecuali di atas dasar tawakal. Tawakal sendiri hanya bisa terwujud dalam diri seorang guru setelah imannya lulus dalam ujian (QS al-Ankabut: 3).

Ketiga, simpul nilai yang disebut sabar dan syukur. Sesungguhnya, ujian kelapangan hidup bagi seorang guru adalah bersyukur. Di sisi lain, ujian kesempitan hidup bagi seorang guru adalah kesabaran.Banyak guru yang terbiasa hidup lapang dan senang ternyata tak bisa bersabar menjalani satu kesulitan hidup. Sebaliknya, banyak guru yang tangguh saat menghadapi ujian keburukan, tetapi malah tak berhasil atasi diri saat mendapatkan kejayaan hidup.Guru yang memiliki sifat tawakal akan diberikan ketenangan dan ketenteraman hati. Ketenangan dan ketenteraman hati itu sendiri datangnya dari Allah SWT. Dan, Allah SWT hanya akan memberikannya kepada guru-guru yang telah meraih makam tawakal. Guru bisa membeli kasur yang empuk, tapi tak akan pernah bisa membeli nyenyaknya tidur. Guru bisa membeli obat yang mahal, tetapi tak akan bisa membeli nikmatnya kesehatan.

Bagi guru yang bertawakal, rumah sempit terasa lapang. Tetapi, bagi guru yang kerap dirundung rasa keluh kesah, rumah luas pun terasa sempit.
Allah SWT berfirman:

هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَعَ إِيمَانِهِمْ وَلِلَّهِ جُنُودُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا

Dialah yang telah menurunkan ketenangan (dan ketenteraman) ke dalam hati orang-orang Mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka yang telah ada.(QS al-Fath: 4).

Sejatinya, ketenangan hati adalah syarat kebahagiaan hidup. Jika sepanjang hidup menjalani peran guru tetapi tak bisa merasakan kebahagiaan maka guru musti merenung, mengapa kita tak merasa bahagia? Lantas, apa sebenarnya yang kita cari di dunia ini? Wallahu alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar