“Kebahagiaan Seorang Guru”
Oleh : Eri Rizaldi
Ketika
manusia dilahirkan ke dunia, tidak sedikitpun pengetahuan atau kecakapan yang ia
bawa karena manusia makhluk yang lemah, ia butuh bantuan orang lain untuk
perkembangan dirinya. Orang yang pertama kali memberikan pendidikan kepada kita
yaitu adalah seorang ayah, apa pelajaran yang pertama dari seorang ayah yaitu sebuah kalimat tauhid, anak laki
laki di adzankan dan perempuan di iqomahkan. karena organ yang paling pertama
kali berfungsi bagi seorang bayi adalah pendengaran, maka ketika manusia tidak
memiliki pengetahuan sedikitpun melainkan pengetahuan itu di berikan atau di
ajarkan oleh kedua orang tuanya.
وَاللَّهُ
أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ
السَّمْعَ وَالأبْصَارَ وَالأفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati,
agar kamu bersyukur.” (Q.S. 16 : 78)
Manusia merupakan makhluk lemah,
ketika di lahirkan perlu bantuan dari seorang ibu untuk berjalan , kita
bandingkan dengan seekor anak ayam yang ketika menetas ia lansung bisa berjalan
tanpa bantuan dari induk nya. walaupun demikian manusia memiliki fitrah
(potensi) yang bisa dikembangkan karena manusia memiliki akal fikiran, Allah
berikan akal kepada manusia agar manusia senantiasa memikirkan dan melihat
kekuasan- Nya agar manusia mengambil pelajaran dari kekuasaan Allah di bumi
ini. dan manusia merupakan makhluk yang Allah ciptakan dalam bentuk yang
sempurna, makhluk yang unik, menarik.
لَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
“Sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (Q.S. At-Tiin 95 : 4)
Manusia secara bahasa disebut juga insan yang dalam bahasa arabnya, yang berasal dari kata nasiya yang berarti lupa dan jika dilihat dari kata dasar al-uns yang berarti jinak. Kata insan dipakai untuk menyebut manusia, karena manusia memiliki sifat lupa dan jinak artinya manusia selalu menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru disekitarnya.
seorang guru dalam
melaksanakan tugas di sekolah, maka interaksi itu sangat penting baik antara
sesama guru maupun guru dengan siswa sehingga kegiatan di sekolah menjadi
lancar, karena tugas utama guru itu selain mengajar tetapi mendidik anak-anak
disekolah. Apabila seorang guru baru mengajar di sekolah atau guru baru, maka
penyesuaian ini sangat penting, karena menurut hemat penulis kebahagiaan guru
itu bukan hanya menerima salari dari sekolah setelah ia mengajar, melainkan
kebahagian guru itu ia bisa berkomunikasi baik dengan lingkungan yang ada
disekolah maupun ketika siswa paham tentang materi yang diajarkan oleh guru
tersebut, karena manusia lahir tidak ada satupun pengetahuan yang ia punya
bahkan untuk berjalan ia pun butuh bantuan orang lain, termasuk siswa.
Dan
tantangan pada era digital saat ini dimana anak-anak zaman sekarang mulai
mengenal teknologi sehingga apa yang ia akses begitu banyak ragamnya, kita
tidak tau bagaimana anak itu dirumah apakah ia dikontrol oleh orang tuanya
dengan baik atau tidak , maka tugas mulia juga bagi seorang guru khusus nya
guru agama menjelaskan bagaimana menyikapi teknologi. karena hal tersebut
merupakan persoalan yang pasti akan dijumpai oleh seorang guru, bukan hanya
teknologi maupun terkait akibat dari teknologi terkait perilaku siswa disekolah
Lantas
ada pertanyaan menggelitik di tengah kemelut persoalan yang kerap mendera para
guru, apa dan di mana rahasia kebahagiaan guru tersembunyi? Apakah sumber
kebahagiaan guru berasal dari meruyaknya harta dan tingginya pangkat serta
jabatan?
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا
غَلِيظَ الْقَلْبِ لانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ
لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الأمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
“Dan
bermusyawarahlah kamu dengan mereka dalam segala urusan. Kemudian apabila kamu
telah membulatkan tekad maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya, Allah
mencintai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.” (QS.Ali-Imran
2: 159).
Guru
yang bertawakal adalah guru yang berbahagia. Buya Hamka pernah menyatakan jika
seorang Mukmin telah bertawakal atau berserah diri sepenuhnya kepada Allah SWT
maka terlimpahlah ke dalam dirinya sifat terhormat dan mulia yang ada pada-Nya.
Selain
itu, orang bertawakal akan dilimpahi pengetahuan dan ilham dari Allah SWT yang
mengantarkannya kepada meraih kebahagiaan dalam hidup.
Ada
tiga simpul nilai tawakal yang harus diamalkan dan dimaknai guru dalam
kehidupan pribadi dan profesionalnya. Pertama, simpul nilai yang disebut azam.
Azam mengandung makna kebulatan tekad yang diterapkan di dalam rencana dan
ikhtiar yang sungguh-sungguh.
Contoh,
ketika guru hendak mengajar maka guru harus menyiapkan rencana program
pengajaran dan pembelajaran yang detail dan sistematis.
Setelah rencana program dirancang dengan sangat baik, guru bersungguh-sungguh
melaksanakan dan memikul tanggung jawab sebagai pengajar seraya bertawakal
kepada Allah SWT. Azam merupakan bagian tak terpisahkan dari sikap tawakal.
Bahkan, tawakal menjadi cacat atau bisa gugur tanpa adanya azam.
Kedua,
simpul nilai yang disebut ujian. Ujian atau cobaan adalah sebuah keniscayaan
dalam hidup. Sebab, pengakuan keimanan seorang guru belum dipandang cukup
sebelum para guru akan mendapatkan ujian hidup.
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا
آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَوَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ
فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
“Apakah manusia itu
mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah
beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah
menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui
orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta (QS al-Ankabut:
2-3).
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ
وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
Apakah bentuk ujian
itu? Allah SWT berfirman: “Kami
akan menguji (iman) kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (iman)
yang sebenar-benarnya.” (QS al-Anbiya 21: 35).
Guru
bisa diuji dengan kebaikan seperti sehat lahir batin, banyak rezeki, lulus
sertifikasi, punya jabatan, murid-muridnya pandai dan saleh, dan hal-hal baik
lainnya.Tak jarang pula ujian keburukan pun menimpa guru, seperti sakit, kurang
rezeki, murid-muridnya nakal, jadi kambing hitam kegagalan sistem kebijakan
pendidikan, dan hal-hal buruk lainnya. Tawakal adalah dasar dari keimanan dan
semua amal.
Demikian juga iman
dan amal tak dapat ditegakkan kecuali di atas dasar tawakal. Tawakal sendiri
hanya bisa terwujud dalam diri seorang guru setelah imannya lulus dalam ujian (QS
al-Ankabut: 3).
Ketiga,
simpul nilai yang disebut sabar dan syukur. Sesungguhnya, ujian kelapangan
hidup bagi seorang guru adalah bersyukur. Di sisi lain, ujian kesempitan hidup
bagi seorang guru adalah kesabaran.Banyak guru yang terbiasa hidup lapang dan
senang ternyata tak bisa bersabar menjalani satu kesulitan hidup. Sebaliknya,
banyak guru yang tangguh saat menghadapi ujian keburukan, tetapi malah tak
berhasil atasi diri saat mendapatkan kejayaan hidup.Guru yang memiliki sifat
tawakal akan diberikan ketenangan dan ketenteraman hati. Ketenangan dan
ketenteraman hati itu sendiri datangnya dari Allah SWT. Dan, Allah SWT hanya
akan memberikannya kepada guru-guru yang telah meraih makam tawakal. Guru bisa
membeli kasur yang empuk, tapi tak akan pernah bisa membeli nyenyaknya tidur.
Guru bisa membeli obat yang mahal, tetapi tak akan bisa membeli nikmatnya
kesehatan.
Bagi
guru yang bertawakal, rumah sempit terasa lapang. Tetapi, bagi guru yang kerap
dirundung rasa keluh kesah, rumah luas pun terasa sempit.
Allah SWT berfirman:
هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ
السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَعَ
إِيمَانِهِمْ وَلِلَّهِ جُنُودُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا
حَكِيمًا
“Dialah yang telah menurunkan
ketenangan (dan ketenteraman) ke dalam hati orang-orang Mukmin supaya keimanan
mereka bertambah di samping keimanan mereka yang telah ada.” (QS
al-Fath: 4).
Sejatinya,
ketenangan hati adalah syarat kebahagiaan hidup. Jika sepanjang hidup menjalani
peran guru tetapi tak bisa merasakan kebahagiaan maka guru musti merenung,
mengapa kita tak merasa bahagia? Lantas, apa sebenarnya yang kita cari di dunia
ini? Wallahu alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar